Main
 
BUDI SANTOSOTuesday, 23.04.2024, 4:53:19 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » 2011 » October » 7 » PSSI, Sekarang dan Nanti !
5:15:35 PM
PSSI, Sekarang dan Nanti !

Suatu
kali beberapa pemain berdoa bersama. David Beckham bertanya kepada Yang
Mahakuasa, ”Kapan Inggris bisa jadi juara dunia?” Yang Mahakuasa
menjawab, ”Tahun 2014.” Beckham pun menangis.

Giliran Cristiano
Ronaldo bertanya, ”Kapan Portugal jadi juara dunia?” Yang Mahakuasa
menjawab, ”Tahun 2022.” Ronaldo pun menangis. Kemudian Park Ji-sung
bertanya kapan Korea Selatan mampu jadi juara dunia? Yang Mahakuasa
menjawab, ”20 tahun lagi.” Dan, Park Ji-sung pun menangis.

Tiba
giliran Bambang Pamungkas bertanya, ”Kapan Indonesia juara dunia?” Kali
ini Yang Mahakuasa yang menangis dan menjawab, ”Kalau mimpi kira-kira,
dong.”

Mohon
maaf jika gurauan ini membawa-bawa nama Yang Mahakuasa. Ini kegalauan
teman pencinta tim nasional yang memprihatinkan prestasi Bambang dan
rekan-rekannya di penyisihan Piala Dunia 2014 dan juga cemas timnas SEA
Games mendatang gagal mempersembahkan emas.

Ketika tampil di
Teheran melawan Iran, timnas tampil lumayan. Setidaknya gaya main mereka
agak jelas dan muncul harapan untuk mengalahkan Bahrain ataupun
Qatar—dua tim Teluk Persia yang pernah kita taklukkan.

Apalagi,
para pemain berhasil mengatasi tiga masalah di Teheran: cuaca, fisik,
dan tekanan penonton. Oleh karena itu, muncul optimisme kita mampu
membekuk Bahrain di Gelora Bung Karno (GBK).

Apa lacur, di GBK,
timnas kehilangan elan. Wajar penonton kesal dan tak heran Pelatih Wim
Rijsbergen marah sampai mengeluarkan kata-kata yang dianggap kurang
pantas dilontarkan.

Tak
lama setelah itu tujuh pemain mengancam mogok tak mau tampil jika
Rijsbergen tetap melatih. Ini sikap tidak etis, seolah hanya mereka yang
layak mengenakan seragam merah-putih dengan lambang Garuda di dada.

Saya
usul kepada beberapa fungsionaris PSSI agar menindak tegas ketujuh
pemain itu. Ketika Beckham melawan, Manajer MU Sir Alex Ferguson
melempari dia dengan sepatu sampai kepalanya benjol. Bukan rahasia lagi
atlet Korea Selatan atau Jepang dipukuli pelatih jika melawan pelatih.

Anehnya,
keinginan para pemain itu diakomodasi. PSSI kehilangan wibawa karena
para pemain dibiarkan memegang kendali dan tak mustahil pada masa
mendatang mereka akan memanfaatkan ketiadaan wibawa ini.

Pemain
nasional ibarat prajurit yang siap membela nama negara dan bangsa tanpa
pamrih serta mematuhi hierarki organisasi, titik. Apalagi, mereka tak
bisa mengeluhkan kesejahteraan karena mendapat kenaikan gaji tiga kali
lipat.

Nah,
itulah awal dari krisis kepemimpinan PSSI saat ini karena keengganan
bersikap tegas menegakkan aturan. Krisis semakin parah setelah muncul
persoalan demi persoalan yang makin melenceng dari reformasi.

Misalnya,
soal kompetisi yang sejumlah keputusannya maju dan mundur, mulai dari
jadwal, jumlah klub yang memenuhi syarat, sampai pembagian wilayah.
Bahkan, sempat terjadi kelucuan karena perbedaan sikap antara Ketua Umum
PSSI dan Ketua Komite Kompetisi PSSI.

Sikap PSSI terhadap klub
atau anggota PSSI juga maju-mundur. Ada kesan, PSSI menyerah kepada
kepentingan-kepentingan sejumlah klub yang enggan mengikuti aturan AFC
dalam rangka memutar kompetisi yang profesional.

Lima syarat AFC (personel/administrasi, infrastruktur, legal, sporting,
dan finansial) yang berkaitan dengan profesionalisme dijadikan ajang
tawar-menawar. Padahal, kita sama-sama tahu tak sedikit klub/anggota
PSSI yang sejak dulu sering berperilaku seenaknya.

Kemudian
ada lagi keanehan lain, yakni jumlah pengurus yang malah
membengkak—padahal reformasi menghendaki jumlah yang ramping. Belum lagi
menyebut ada nama-nama lama yang sebaiknya tidak lagi diberikan peranan
dalam organisasi karena track record yang tanda tanya.

Alhasil, reformasi PSSI sami mawon
dengan reformasi politik di negeri ini. Kita hanya mengganti rezim,
bukan sistem. Malah, kini terkesan yang terjadi deformasi alias
ketidakjelasan wujud mau dibawa ke mana sepak bola kita?

Kondisi
memprihatinkan perlu diingatkan lagi karena perjalanan reformasi sudah
panjang dan melelahkan. Butuh waktu hampir dua tahun mewujudkan
reformasi, yang disimbolkan dengan upaya bersama mencegah Nurdin Halid
mencalonkan diri sebagai ketua umum PSSI ketiga kalinya.

Sayang
jika momentum reformasi terlewatkan. Tanda-tanda reformasi terancam
gagal akan tecermin dari animo pencinta datang ke GBK menyaksikan timnas
melawan Qatar dan Iran kelak.

Lebih
penting lagi, apakah kompetisi baru akan mengoreksi kegagalan
profesionalisme LSI? Lalu apakah ketidaktegasan kepemimpinan pada
akhirnya memicu klub/anggota menuntut dilakukannya koreksi melalui
kongres luar biasa?

Ada baiknya PSSI memperhatikan sebuah hal
penting lain, yakni menyelesaikan audit terhadap pertanggungjawaban
keuangan pengurus lama sesuai tuntutan reformasi. Masih ada waktu bagi
PSSI untuk mengoreksi diri, jika perlu mengambil langkah drastis sesuai
tuntutan reformasi.

Salah satu langkah, Ketua Umum PSSI harus
bekerja lebih keras dan bersikap lebih tegas. Ia mesti mengurangi
aktivitas yang bersifat seremonial dan lebih konsentrasi pada
masalah-masalah substantif yang perlu keputusan cepat dan tepat.

Credit: Budiarto Shambazy

Category: BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH | Views: 1054 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024