KUTA - Tragedi Bom Bali, 12 Oktober 2002,
dikenang masyarakat dunia termasuk para wisatawan asing yang
menyempatkan diri berdoa dan tabur bunga di Ground Zero, Jalan Legian
Kuta, pagi tadi.
Dua korban Bom JW Marrriot dan keluarga korban Bom Bali lainnya turut hadir dalam peringatan yang berlangsung sederhana itu.
Sekira
pukul 09.30 Wita, wisatawan asing dan berbagai kalangan masyarakat
mulai memadati sekitar monumen peringatan Bom Bali di Ground Zero.
Secara
individu dan berkelompok para turis tampak datang memandangi nama-nama
202 korban tewas saat dalam peristiwa Bom Bali I. Wisatawan asal
Australia terbanyak menjadi korban. Doa bersama dipimpin mantan relawan
Bom Bali, H Bambang Priyanto.
”Kami bukan bermaksud membuka
kembali luka lama, namun semua yang berkumpul di sini memanjatkan doa
untuk para korban dan keluarga yang ditinggalkan agar tetap semangat
meneruskan hidup,” ujar Bambang di Kuta, Rabu (12/10/2011).
Acara
peringatan dilaksanakan secara sederhana dan semua masyarakat
dipersilakan untuk mengekspresikan apa yang mereka inginkan lewat doa
dan tabur bunga.
Sementara pada sore nanti sekira pukul 18.00
Wita, para keluarga korban Bom Bali juga akan berkumpul memperingati
tragedi kemanusiaan dengan menyalakan lilin.
”Nanti akan ada pembacaan surat curahan hati seorang anak yang kehilangan orangtuanya akibat Bom Bali,” ujar Bambang.
Saat kejadian anak tersebut berusia satu tahun dan kini dia menginjak 10 tahun.
Sementara
itu siang nanti, Konsulat Jenderal (Konjen) Australia di Bali juga
menggelar peringatan tragedi Bom Bali di kantornya di Jalan Mpu
Tantular, Renon, Denpasar.
Selain itu, sejumlah kalangan juga
akan menggelar renungan di Pantai Kuta. Kegiatan dikoordinir oleh
pengelola pantai dengan menghelat sebuah renungan bersama para
pedagang, wisatawan, keluarga korban, yang akan dilakukan sekira pukul
18.00 Wita.
Menurut Kasatgas Pantai Kuta, IGN Tresna, prosesi dilakukan dengan penyalaan 12 obor, 12 tukik, lilin, serta tabur bunga.
"Setiap
tahun kami rutin menggelar renungan ini sebagai introspeksi terhadap
kejadian yang telah merengut ratusan korban jiwa sembilan tahun lalu,”
ujar Gung Tresna.
(ton)