JAKARTA - Korupsi anggaran pengadaan Alquran
di Kementrian Agama kembali menyeret kader partai politik. Pengamat
Politik, AS Hikam, mengatakan, korupsi Alquran sangat memukul citra
Partai Golkar di mata masyarakat.
"Yang jelas yang paling menerima resiko yang sudah ada jadi tersangka itu Partai Golkar," kata dia saat dihubungi Okezone, Minggu (8/7/2012).
Menurutnya,
saat ini korupsi Alquran tidak terlalu berimbas bagi partai yang
berazas Islam. Buruknya citra Partai Golkar di masyarakat lantaran kasus
ini terbukti dengan adanya singkatan sindiran bagi partai berlambang
pohon beringin ini. "Sampai ada singkatan Golongan Korupsi Alquran
(Golkar)," ungkapnya.
Menurutnya, partai Islam memang tidak
menutup kemungkinan akan mendapat dampak buruk jika Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) berhasil membongkar lebih jauh kasus korupsi anggaran
pengadaan Alquran.
"Partai lain seperti PPP bisa saja terlibat. Kalau PKS kayanya tidak. Tinggal kita lihat saja KPK," ujarnya.
Dia
juga meminta masyarakat percaya pada KPK mampu menangani kasus ini
hingga tuntas. Menurutnya, lembaga pimpinan Abraham Samad itu tidak
perlu didesak-desak. Kendati demikian, bukan berarti kinerja KPK harus
lepas dari pantauan masyarakat.
"Saya yakin KPK dengan disorot publik pasti melakukan sesauatu tapi kita tidak tahu strategi KPK," tambahnya.
Seperti
diketahui, KPK telah menetapkan Politikus Partai Golkar, Zulkarnaen
Djabar yang merupakan anggota Komisi VIII DPR dan putranya yang menjabat
Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia, Dendy Prasetya, sebagai
tersangka.
Ayah dan anak itu diduga menerima suap terkait
pembahasan anggaran proyek pengadaan Alquran di Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam di Kementerian Agama pada tahun 2011 dan 2012
dan proyek pengadaan laboratorium komputer di Madrasah Tsanawiyah tahun
2011.
Nilai anggaran dalam proyek pengadaan laboratorium
komputer di Madrasah Tsanawiyah Rp31 miliar. Sedangkan nilai anggaran
untuk pengadaan Alquran pada tahun 2011 sekira Rp20 miliar. Zulkarnaen
dan Dendy diduga menerima suap sekitar Rp4 miliar. Masing-masing sudah
dicegah untuk bepergian ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal
Imigrasi.
(trk)