Pertumbuhan Ekonomi di Beijing- China (AP Photo/Greg Baker)
VIVAnews- Orang kaya di China tampaknya tidak
merasa aman di negerinya sendiri. Mereka mengalihkan dananya ke negara
lain, bahkan tidak sedikit yang bersiap-siap pindah.
Seperti yang
ditulis Forbes, berdasarkan studi terbaru, hampir 60 persen orang super
kaya China, yang memiliki aset lebih 10 juta yuan atau Rp13,24 miliar,
mempertimbangkan imigrasi melalui program investasi atau sedang
menyelesaikan proses imigrasi.
Survei yang dilakukan China Merchants Bank and Bain & Co
juga melaporkan 27 persen dari mereka yang memiliki kekayaan 100 juta
yuan (Rp131,24 miliar) telah pindah dan 47 persennya berpikir
meninggalkan negeri Tirai Bambu itu.
Hasil ini seiring laporan dari US Treasury yang
memantau arus dana ilegal sejak musim panas lalu. US Treasury
mendeteksi lonjakan transfer uang tunai keluar dari China. Migrasi dana
ini melanggar aturan ketat Beijing.
Menurut organisasi nirlaba Global Financial Integrity,
China menjadi pemimpin dunia dalam urusan transfer dana gelap. Arus
dana yang keluar dari China sejak 2000 hingga 2008 cukup mengejutkan
yaitu US$2,18 triliun.
Banjir hot money dari China
terjadi terutama kuartal akhir 2008. Saat itu pemerintah pusat China
mengumumkan rencana stimulus, di mana re-nasionalisasi menjadi bagian
ekonomi. Perdana Menteri Wen Jiabao mulai menggelontorkan uang dan
lembaga keuangan mulai mengalihkan kredit untuk infrastruktur. Sebagai
hasil dari program stimulus, sekitar 95 persen pertumbuhan China pada
2009 berasal dari investasi, dan hampir semua investasi berasal dari
pemerintah.
Bagaimanapun juga rencana ini baik untuk pengusaha
swasta, meski kegiatan ini lebih banyak dilakukan BUMN. Gelembung aset
kekayaan menimbulkan kekayaan lebih besar. Jumlah individu super kaya
menurut studi China Merchants-Bain akan mencapai 585.000 tahun ini,
hampir dua kali lipat dibanding 2008.
Imigrasi orang kaya China
tidaklah mengejutkan, namun memicu kontroversi. "Kami telah bekerja
keras untuk membangun ekonomi dalam 30 tahun, tapi sekarang para anggota
elit masyarakat melarikan diri dengan mayoritas kekayaannya," kata
analis ekonomi Zhong Dajun kepada Global Times, surat kabar Partai
Komunis.
Kerugian diperkirakan lebih tinggi dibanding investasi
asing yang masuk. "Ini seperti ketika waktu panen datang, kita menemukan
hasilnya pergi ke keranjang orang lain,"ujarnya.
Namun Zhong
tidak terkejut. Sejak 2008, China menargetkan pengusaha swasta dan
memaksa bekerja lebih dari biasanya. Wajar jika sekarang pengusaha
melindungi diri dari negaranya yang "rakus".
Hal itu akan
diperburuk jika Xi Jinping menjadi presiden China pada akhir tahun
depan. Xi kemungkinan akan membawa orang-orangnya dalam kekuasaan
politik. Ia diperkirakan menggunakan kekuatan baru untuk perekonomian
China. Artinya, pemilik perusahan swasta akan memiliki kesempatan lebih
sedikit dibanding sekarang.
Selama ini kekayaan orang China
dihabiskan untuk membeli real estate di Amerika. Atau, keluarga mereka
pindah ke luar negeri. Investasi imigran China naik 73 persen ke
Amerika selama lima tahun. Bahkan negara seperti Kanada meningkatkan
syarat investasinya karena gelombang modal dari China. Salah satu
contohnya, bisnis penjualan rumah, townhouse, kondominium meroket hingga
70 persen pada Februari karena dibeli orang China. (umi) • VIVAnews
|