REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pengurus Wilayah
Nahdlatul Ulama (PW NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur
mendukung imbauan MUI Jombang yang mengharamkan penukaran uang setiap
mendekati lebaran. "Itu nggak perlu fatwa, karena yang namanya riba
(bunga uang) itu memang diharamkan dalam agama. Islam memang melarang
jual-beli uang dengan uang yang tidak setara," kata Rais Syuriah PWNU
Jatim KH Abdurahman Navis LC MHI kepada ANTARA di Surabaya, Selasa
(9/8).
Ia mengemukakan hal itu menanggapi fatwa Ketua MUI Jombang
KH Kholil Dahlan bahwa penukaran uang itu haram, karena merugikan
konsumen dan jual beli uang itu identik dengan riba. Menurut KH
Abdurrahman Navis, penukaran uang yang diperbolehkan agama itu harus
sepadan/setara, yakni uang Rp 100 ribu harus ditukar dengan uang receh
Rp 100 ribu, sehingga tidak boleh ada selisih seperti Rp 100 ribu dengan
uang receh Rp 90 ribu.
"Kalau ada selisih itu berarti riba dan
hal itu dilarang agama. Boleh saja ada imbalan jasa, tapi uang Rp 100
ribu tetap harus ditukar Rp 100 ribu, lalu ada imbal jasa seikhlasnya.
Kalau imbal jasa sudah ditentukan terlebih dulu sebesar 10 persen
berarti uang berbunga dan belum tentu bukan ikhlas," katanya.
Ia
menjelaskan, agama melarang jual-beli tanpa akad (perjanjian) dan
prosesnya merugikan pihak lain. "Kalau bank sekarang 'kan sudah ada
alternatif perbankan syariah, sehingga masyarakat bisa memilih,"
katanya.
Untuk praktik penukaran uang yang sudah berkembang jauh,
dia menyarankan hal itu dihentikan dan pemerintah harus menghentikan
pola perdagangan uang yang haram itu dengan alternatif lain.
MUI Jatim
Senada
dengan itu, Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori menegaskan bahwa
pihaknya mendukung fatwa MUI Jombang, namun MUI Jatim tidak perlu
mengeluarkan fatwa serupa, melainkan cukup dengan imbauan.
"Islam
sudah jelas mengharamkan riba, karena itu berpulang kepada umat Islam
sendiri, apakah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Yang jelas, kalau
penukaran uang seperti sekarang diperbolehkan dengan alasan imbalan jasa
itu namanya rekayasa," katanya di sela-sela peluncuran Masjid Bintang
yang digagas Kapolda Jatim.
Karena itu, ia menyarankan pemerintah
mendesak kalangan perbankan untuk menyediakan loket penukaran uang yang
cukup, sehingga tidak direkayasa untuk kepentingan bisnis. "Kalau perlu
penukaran uang itu bisa dilakukan dengan unit-unit perbankan, sehingga
masyarakat tidak harus antre terlalu lama dan akhirnya dimanfaatkan
untuk bisnis penukaran uang. Pemerintah dan perbankan harus menghentikan
budaya yang tidak baik itu," katanya.
Tentang praktik money changer
(penukaran uang) untuk mata uang antarnegara, ia menyatakan hal itu
diperbolehkan sebatas penukaran itu setara nilai tukar yang berlaku saat
itu.
"Syaratnya adalah penukaran uang harus dijalankan secara
tunai dan untuk mata uang yang berbeda, sedangkan untuk mata uang yang
sama maka sama sekali tidak boleh mengambil keuntungan contoh rupiah
ditukar dengan rupiah maka hal itu bisa jatuh ke riba," katanya.
Sementara
itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Hadiatmoko menilai imbauan MUI itu akan
mendukung tugas polisi dalam mengantisipasi peredaran uang palsu di
masyarakat. "Kalau soal agama itu urusan MUI," katanya.