JAKARTA - Pengajar Filsafat Politik
Universitas Indonesia (UI) Donny Gahral Adian menilai, lembaga survei
turut andil dalam merusak demokrasi di Indonesia. Pasalnya, lembaga
survei mengambil keuntungan dari setiap calon pemimpin, baik di daerah
maupun di tingkat pusat. Sehingga semua kandidat akan memanfaatkan
lembaga survei untuk pencitraan.
Menanggapi hal itu, Pengamat
politik dari Universitas Indonesia, Kamarudin mengaku tak sepakat dengan
pernyataan tersebut. Menurutnya, survei merupakan pilar kelima dari
demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sementara pilar
keempat dipegang oleh media massa sebagai alat kontrol.
"Survei
merusak demokrasi saya tidak sepakat. Survei itu kan bukan barang baru,
di negara yang punya sejarah panjang seperti Amerika survei justru
dipergunakan. Survei itu malah justru pilar kelima demokrasi. Survei
justru membantu misalnya untuk mengukur esepsi penilaian publik terhadap
kebijakan pemerintah atau calon kandidat tertentu," ujar Kamarudin saat
dihubungi Okezone, Selasa (19/6/2012).
Selain
itu, lanjut Kamarudin, survei juga bisa dijadikan sebagai alat kontrol
penguasa. Namun tak dipungkiri beberapa lembaga survei kerap mengelabui
hasil survei sehingga tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Mungkin
dalam beberapa hal ada benarnya, tapi tergantung lembaga surveinya,
kalau hasil surveinya didikte misalnya sejak awal hasil kandidat si A 7
persen terus disulap jadi 30 persen, maka kredibilitasnya
dipertanyakan. Tapi ada juga yang dia kekeuh 7 persen dia katakan 7
persen," paparnya.
"Kalau ada lembaga survei melacurkan diri,
pesanan dari kandidat tertentu itu bisa jadi ada, tapi kan lembaga
survei sudah ada aturanya tertentu tentang perizinanya dan sebagainya.
Kalau lembaga survei kredible angkat topi, tapi yang hasilnya jauh dari
kenyataan itu yang merusak," katanya.
(sus)