Site menu |
|
|
Section categories |
|
|
DETIK |
|
|
Statistics |
Total online: 1 Guests: 1 Users: 0 |
|
|
| | |
| Main » 2011 » November » 10 » Jusman Dalle Bulan Dua Model Pahlawan
8:25:46 AM Jusman Dalle Bulan Dua Model Pahlawan |
Puncak ritus penghambaan monumental perjalanan spiritual Nabi Ibrahim As bersama Siti Hajar istrinya dan anakny Nabi Ismail As direfleksikan dengan hari raya Idul Adha atau Lebaran Haji atau Hari Raya Kurban yang baru saja kita rayakan. Momentum ini tidak berdiri tunggal. Ia dirangkai dari mozaik cerita yang sangat sangat panjang tentang Nabi Ibrahim As dan keluarganya. Pesan utamanya adalah kepahlawanan.
Bahwa pada 10 November bangsa kita juga serempak secara seremonial memperingati hari pahlawan. Jadilah bulan November ini sebagai bulan peringatan dua pahlawan. Pahlawan bagi umat manusia yang padanya berhulu tiga agama samawi yaitu: Yahudi, Keristen dan Islam, serta pahlawan yang disimbolisasikan oleh spirit arek-arek Suroboyo untuk mempertahankan kemerdekaan dari pendudukan Inggris pasca proklamasi kemerdekaan 1945.
Maka mari belajar nilai kepahlawanan dari Nabi Ibrahim As dan keluarganya. Agar peringatan pahlawan tak sekadar seremoni, tapi jauh lebih penting menjadi momen mengakumulasi gelora semangat anak negeri untuk berbuat bagi Indonesia.
Tentang kepahlawanan yang dirangkai oleh Nabi Ibrahim As dan mencapai puncaknya pada 10 Dzulhijjah, ada beberapa etape. Pertama, dimulai dari kegelisahan Nabi Ibrahim semasa masih belia. Ketika ia berontak melawan arus utama kepercayaan masyarakat, praktek paganisme dengan menuhankan berhala masih mengkooptasi rasio manusia di antara aliran sungai Lembah Mesapotomia medio 2295 SM.
Kegelisahan Nabi Ibrahim bahkan bertentangan dengan keyakinan Aazhar, ayahnya yang juga seorang "pengrajin tuhan kayu” dari kaum Kaldan, yang berajakan Namrud di Babilonia. Sebagaimana Omar Hashem menggambarkan di dalam karya monumentalnya "Muhammad Sang Nabi”, kejernihan hati menyelimuti takdir nubuwah yang telah bersemayam di dalam dirinya, membuat Ibrahim AS kecil diliputi kegelisahan menyaksikan kenyataan tersebut
Keterputusan dakwah dalam rentang waktu yang lama, yaitu sekitar 1046 tahun sepeninggal Nuh AS -nabi dan rasul yang terakhir berdakwah di Mesopotamia sebelum Ibrahim- membuat jejak atau bahkan bayangan cahaya tauhid sirna dari negeri yang kini kita kenal sebagai Irak tersebut. Terpotongnya generasi penyeru tauhid, membuat Ibrahim AS bekerja dari titik nol. Memulai dari dirinya sendiri, melalui kontemplasi dan proses dialektika yang panjang.
Kedua, kegelisahan Ibrahim kemudian semakin menjadi-jadi. Ayat-ayat kauniyah (fenomena alam) merangsang nalarnya. Bintang bertaburan yang menjadi bunga-bunga kegelapan, purnama yang menyempurnakan keelokan malam dan matahari yang menyampaikan energi kehidupan, semua mengusik keingintahuan Ibrahim tetang Sang Maha Pencipta. Benda-benda langit yang superior bagi pandangan manusianya, melintasi sejarah pencarian Ibrahim AS akan Tuhan yang mengendalikan alam raya dimana kini ia berada. Secara marathon, Alquran surat Al An’am ayat 75-79 mengisahkan heroisme perjalanan Ibrahim AS "mencari” Tuhan.
Tak hanya sampai di situ, setelah "menemukan” Tuhan, Ibrahim AS tidak serta merta percaya begitu saja. Untuk memperkuat keyakinan, menentramkan iman, menjauhkan syak wasangka yang ditumpangi godaan syahwat, Ibrahim AS memohon kepada Allah SWT agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ketiga, setelah melalui proses menggetarkan jiwa, menggugah iman hingga menelusup ke labirin terdalam ruh transendensi Ibrahim, cerita belum berakhir. Ibrahim, sosok tunggal pembawa suluh tauhid di zamannya, masih diperhadapkan pada etape krisis tak berkesudahan. Realitas yang harus konstruksi dari firman Tuhan melalui alam fana, saat ia bermimpi dan Allah SWT menitahkan agar ia menyembelih anak semata wayang yang lama dinanti kehadirannya dari rahim wanita shalehah Siti Hajar. Ibrahim AS, oleh Allah SWT diserukan menyembelih Ismail. Bocah yang di lauh mahfudz telah tertulis takdir nubuwah pada dirinya dan menjadi penyambung silsilah generasi Islam yang 2500 tahun kemudian disempurnakan oleh syariat Islam pasca kedatangan Muhammad Saw.
Nilai Kepahlawanan
Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Siti Hajar telah bersepakat menunaikan perintah Allah SWT. Mereka lantas berserah diri. Berhala-berhala materialisme dan fana dunia telah luruh melebur di dalam iman. Ibrahim bersama anaknya, Ismail pun lulus ujian yang menjadi antiklimaks dialog panjang dalam melakoni perintah-Nya. Ismail ditebus dengan sembelihan yang besar (Surat As Saffat ayat 103-110).
Dari mozaik cerita di atas, nyatalah kepahlawanan Ibrahim As dan keluarganya yang kemudian dianugerahi Allah SWT dengan keturunan yang shaleh. Seperti doa Ibrahim As ketika bersama anaknya mendirikan Ka’bah, sebagaimana difirmankan di dalam Alquran surat Ibrahim ayat 37 dan surat Al Baqarah ayat 129. Selanjutnya, balasan bagi pahlawan, firman Allah SWT di dalam surat Al Baqarah ayat 124 adalah kepemimpinan."Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu. Mengapa Nabi Ibrahim pahlawan? Tentu pertanyaan ini yang menyeruak dari benak kita. Jawabannya sangat sederhana, (terlepas dari takdir yang menjadi rahasia Allah) kita telah menyimak ceita pengorbanan Ibrahim yang tanpa batas dalam mencari dan mempertahankan tauhid. Bahkan di etape lain, beliau harus berhadapan dan dibakar hidup-hidup oleh raja dzalim, Namrudz. Tapi Ibrahim tak bergeming. Iman telah tertancap kokoh di dalam jiwanya. Pengorbanan itulah yang melekat hingga ajaran tauhid yang diperantarakan oleh Ibrahim memiliki energi untuk "hidup seribu tahun lagi” seperti frase pilihan Chairil Anwar dalam pusinya bertajuk "Pahlawan”, bahkan lebih. Pahlawan yang oleh sastrawan Sapardi Joko Damono dikatakan "telah berjanji kepada sejarah untuk pantang menyerah”, sehingga kita mengetahui bahwa ujian yang simultan tak membuat Ibrahim "jemu berjuang lalu menanggalkan senjata keimanannya”, seperti pesan Sayyid Quthb. Semua agama samawi yang dianut umat manusia hingga kini, dibawa oleh garis keturunan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Mulai dari agama Yahudi oleh nabi Musa, agama Kristen oleh Nabi Isa hingga agama Islam yang kini dipeluk sekitar 1,5 miliar manusia dibawa oleh Muhammad Saw yang berjarak 42 generasi dari Nabi Ismail dengan garis keturunan yang sama. Itulah hadiah bagi pahlawan, diikuti umat manusia. Rahasianya, saat itu Nabi Ibrahim memang tidak berfikir untuk dirinya, tetapi beliau bertindak untuk generasi selanjutnya. Hingga Allah mengabulkan do’a dan menetapkan takdir kepahlawanan kepad Nabi Ibrahim dan anak cucunya.
Kita Kini Bahwa ketika hari ini bangsa kita dililit krisis, maka yang dibutuhkan adalah sosok yang berani melawan arus, berani meninggalkan godaan dan janji-janji kenyamanan demi kepentingan jangka panjang yang lebih besar. Dimanapun, pahlawan itu jumlahnya selalu sedikit. Karena pahlawan adalah mereka yang memilih jalan berbeda. Maka pahlawan tak perlu kahwatir jika tak ada sorak sorai dan gemuruh puja puji. Ketika yang lain tunduk pada godaan, tergelincir oleh jebakan, pahlawan sejati konsisten dengan cita-citanya. Seperti cita-cita Ibrahim menghujamkan iman di dalam jiwa raga, atau seperti asa arek-arek Suroboyo pada 10 November 1945 menghalau penjajah dengan gagah perkasa. Tak mau negerinya dijajah kembali oleh orang asing. Tapi kenyataannya, hari ini yang menjajah Indonesia adalah anak bangsanya sendiri. bukan secara fisik dengan konfrontasi militer. Tapi dengan berdalih sebagai penguasa. Salah satunya adalah koruptor. Mereka menggerogoti kekayaan negara dan dampaknya akan dirasakan oleh generasi masa mendatang. Kita khawatir sekaligus berharap, semoga bangsa ini tidak punah dengan munculnya sosok-sosok pahlawan baru yang berani melawan ke-edan-an yang menggejala disemua sektor kehidupan. Pahlawan yang berfikir dan bertindak atas nama masa depan bangsa, dan yakinlah jika keberanian mengabil jalan berbeda justru akan mengantar harum nama kita. Barang kali bukan saat ini, tapi setelah puluhan atau ratusan tahun. Seperti itulah hukum alam bekerja sebagai manifestasi keadilan Sang Pencipta. Allah SWT telah menggambarkannya pada Nabi Ibrahim dan keturunannya, dan seharusnya di momentum hari pahlawan ini kita maknai, renungi dan reaktualisasikan lagi.
Jusman Dalle Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Ratusan Opini dan Essay penulis dimuat dan tersebar diberbagai media massa nasional dan lokal. Twitter: @Jusmandalle
|
Category: SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN |
Views: 999 |
Added by: budi
| Rating: 0.0/0 |
| |
| | |
|
Login form |
|
|
KOMENTAR |
|
|
OLAHRAGA |
|
|
Calendar |
|
|
Entries archive |
|
|
BERITA TERKINI |
|
|
|