JAKARTA - Mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie sepakat jika UU Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) direvisi. Salah satu pasal yang menurutnya
layak diubah adalah aturan tidak adanya Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP3) di KPK.
Menurutnya, berdasar fakta di lapangan, KPK lebih baik juga diberi kewenangan untuk mengeluarkan SP3.
"Larangan
KPK mengeluarkan SP3 itu niatnya baik, agar KPK tidak kongkalikong
dalam penyidikan. Tapi praktiknya malah Tidak seperti itu," ujar Jimly
seusai menjadi pembicara dalam diskusi Peran dan Posisi Masyarakat Sipil dalam Kehidupan Bernegara yang Demoktratis di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di Jakarta (20/10/2011).
Dia mengatakan, dilarangnya SP3 membuat proses penyidikan sangat
lama. Sebab, KPK takut salah langkah dan tak bisa menghentikan
penyidikan. Maka, lanjut Jimly, dalam penyidikan KPK mengorek habis
sebuah kasus.
Dia mencontohkan kasus mantan Dirut Perusahaan
Listrik Negara Eddhie Widiono yang penyidikan memakan waktu 2 tahun.
Menurutnya kejadian tersebut memunculkan ketidakadilan.
Kemudian,
lanjutnya, tidak adanya SP3 membuat KPK malah takut untuk
menindaklanjuti laporan dugaan korupsi. "Karena takut salah, sehingga
ada laporan yang lama tidak ditindakalanjuti," ujarnya.
Guru
Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini juga mengatakan, tidak
adanya SP3 membuat KPK seolah-olah melakukan penyidikan dengan
sempurna. Karena itu, penyidikan di KPK pun dinilai lebih lengkap.
"Makanya ketika ada yang divonis bebas dalam perkara yang dituntut KPK,
pada ribut semua," jelasnya.
Dengan berbagai fakta tersebut, KPK
hendaknya diberi juga kewenangan untuk mengeluarkan SP3 seperti penegak
hukum yang lain. Diketahui, UU KPK memang tidak memberi ruang bagi KPK
untuk menghentikan penyidikan.
Imbasnya, ketika seseorang
dijadikan tersangka oleh KPK, maka seseorang tersebut pasti akan
disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Berbeda dengan proses
penyidikan di kepolisian dan Kejaksaan. Dua lembaga tersebut bisa
menghentikan penyidikan. Sehingga, tersangka dapat tidak diproses ke
pengadilan.
(ful) (Kholil Rokhman/Koran SI/mbs)