Jimly Asshiddiqie (VIVAnews/Tri Saputro)
VIVAnews - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi,
Jimly Asshiddiqie, menilai tertangkapnya Hakim Syarifuddin Umar
membuktikan dunia peradilan masih bobrok. Untuk memperbaikinya, perlu
upaya yang radikal.
"Terbongkarnya kasus Hakim Syarifuddin ini
menambah keyakinan kita bahwa dunia kehakiman kita belum beres. Masih
banyak peradilan sesat di Indonesia," kata Jimly saat dihubungi VIVAnews.com, Sabtu, 4 Juni 2011.
Apalagi,
lanjut Jimly, Hakim Syarifuddin telah membebaskan 39 terdakwa korupsi.
"Masa sebanyak itu dia bebaskan. Berarti banyak yang sudah dia terima
selama ini," ujarnya.
Menurut Jimly, sistem peradilan kita perlu
segera berbenah. Seperti perbaikan seluruh undang-undang kekuasaan
kehakiman. "Jangan membuat undang-undang yang tambal sulam. Secara
keseluruhan harus diperbaiki, harus diubah," ujarnya.
Selain itu,
menurut dia gaya hidup para hakim juga harus diubah. Saat ini para
hakim sebagai wakil Tuhan tidak lagi takut pada Tuhan. "Hakim harus
dibangun dari lingkungan pergaulannya. Mereka jangan bergaul dengan para
politisi dan pengusaha. Walaupun tidak ada kasus, jangan bermain dengan
mereka. Seharusnya para hakim bermain dengan lingkungan perguruan
tinggi dan bergaul dengan dunia ilmu," ujarnya.
Seperti
diketahui, Syarifudin ditangkap saat diduga menerima suap sebesar Rp250
juta dari Puguh Wirawan, kurator PT Skycamping Indonesia (SCI). Selain
uang Rp250 juta, KPK juga menemukan uang tunai Rp142 juta, US$116.128,
Sin$245 ribu, serta belasan ribu mata uang Kamboja dan Thailand.
Uang-uang itu tersebar di rumah dinas Syarifudin di Jalan Sunter Agung
Tengah 5 Nomor C26.
Saat ini Syarifudin dan Puguh sudah menjadi
tersangka. KPK menduga, suap itu terkait dengan perkara penjualan aset
PT SCI senilai Rp35 miliar. PT SCI sendiri sudah dinyatakan pailit oleh
pengadilan. (kd) • VIVAnews
|