JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai
Demokrat I Gede Pasek Suardika, mengatakan partainya menghormati
keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mencegah bos PT Hardaya inti
Plantations Siti Hartati Cakra Murdaya atau lebih dikenal dengan
Hartati Murdaya, untuk bepergian ke luar negeri. Menurut I Gede Pasek,
KPK punya alasan kuat kenapa mengeluarkan surat pencegahan terhadap
anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut.
"Kita hormati dan
biarkan KPK bekerja dengan profesional di ranah penegakan hukum. Tidak
usah mengomentari lagi soal itu. Pasti ada hitung hitungannya kenapa
dicekal," kata I Gede Pasek di KPK, Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2012).
I
Gede Pasek berada di gedung anti-korupsi itu untuk mendampingi ketua
umumnya, Anas Urbaningrum, yang sedang menjalani pemeriksaan terkait
penyelidikan pembangunan Sport Center Hambalang, Jawa Barat. Diduga,
Anas mengetahui kejanggalan pada proyek yang belakangan diketahui
menelan biaya mencapai Rp2,7 triliun tersebut.
Terkait pencegahan
terhadap Hartati, kata I Gede Pasek, Demokrat tidak berniat memberi
bantuan hukum kepada perempuan yang disebut-sebut orang terkaya ke-13 di
Indonesia itu. "Itu adalah pribadi dan bukan partai. Itu urusan
personal sehingga tidak perlu kita bantu secara hukum. Silahkan saja
dimasukan ke ranah hukum," terang Ketua Komisi III DPR tersebut.
Hartati
Murdaya diduga sebagai orang di balik dugaan suap terhadap Bupati Buol,
Sulawesi Tengah Amran Batalipu, untuk memuluskan Hak Guna Usaha
perkebunan di Kabupaten Buol. Belum diketahui berapa jumlah uang suap,
namun, KPK memastikan angka suap berjumlah miliaran rupiah.
KPK
lalu mencegah Hartati untuk bepergian ke luar negeri dengan alasan untuk
mempermudah penyelidikan. Juru bicara KPK Johan Budi, mengatakan surat
cegah sudah diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi sejak 28 Juni lalu.
"Tujuannya adalah sewaktu-waktu diperiksa, tidak di luar negeri,"
terangnya, kemarin.
Selain Hartati, KPK juga mencegah terhadap
Bupati Buol Amran Batalipu, Benhard, Seri Sirithord, dan Arim. Tiga nama
terkahir merupakan karyawan PT Hardaya Inti Plantations. Mereka diduga
terlibat perkara dugaan suap Bupati Buol.
Menurut I Gede Pasek,
kemungkinan apakah Hartati terlibat suap, biar hukum yang menentukan.
"Kalau ada rekayasa akan kelihatan dari dakwaan dan barang bukti. Kalau
ternyata orang tersebut terbukti tapi tidak dilanjutkan itu akan
ketahuan juga," terang Pasek.
Dugaan suap terhadap Buol terjadi
setelah KPK berhasil menangkap tangan Manajer PT Hardaya Anshori, di
Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, 26 Juni 2012 saat akan menyuap Amran
Batalipu. Dari hasil pengembangan kasus, sehari kemudian KPK menangkap
Gondo Sujono, Sukirno, dan Dedi Kurniawan. Gondo langsung ditetapkan
sebagai tersangka, adapun dua nama terakhir dilepas.