VIVAnews - Agus
Martowardojo akhirnya diperiksa KPK. Menteri Keuangan itu diperiksa
sebagai saksi untuk tersangka mantan Menpora Andi Mallarangeng, dalam
kasus korupsi Proyek Hambalang. Nilai total proyek ini Rp2,5 triliun.
Agus diperiksa Selasa 19 Februari 2013. Selama sembilan jam. "Saya
bersyukur bisa hadir pada hari ini," kata Agus sebelum masuk gedung KPK.
Pemeriksaan ini, katanya,
adalah kesempatan untuk menjelaskan semua hal yang menjadi pertanyaan
publik selama ini. Menjelaskan semua hal yang diketahuinya tentang
proyek raksasa ini. Terutama hal-hal yang menyangkut oroses anggaran
proyek ini.
Nama Agus Marto memang
disebut dalam kasus ini. Disebut dalam audit investigasi tahap I Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Terutama menyangkut proses persetujuan kontrak
tahun jamak (multiyears) proyek tersebut. BPK menyimpulkan
bahwa ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundangan dan
penyalahgunaan kewenangan dalam proses perubahan menjadi tahun jamak
itu.(Baca: Apa isi audit BPK)
Selain audit BPK itu,
Juru Bicara Keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng dalam sejumlah
siaran pers dan wawancara dengan media massa, juga mempertanyakan
sejumlah kejanggalam dalam kasus ini. Permohonan perubahan ke tahun
jamak itu, begitu bunyi audit BPK yang dikutip Rizal, hanya
ditandatangani oleh Sesmenpora Wafid Muharam. Sama sekali tidak ada
tandatangan Menpora yang saat itu dijabat Andi Mallarangeng.
Padahal, lanjut Rizal,
menurut ketentuan internal Kementerian Keuangan, pengajuan seperti itu
harus ditandatangani oleh menteri, dalam hal ini Menpora Andi
Mallarangeng. Anehnya, Agus Marto menyetujui perubahan itu. Rizal
menduga ada kekuatan lain yang memaksa Agus Marto menyetujui perubahan
itu, sebab dia tahu betul bahwa itu jelas melanggar ketentuan internal
kementerian.
Itu sebabnya Rizal
meminta agar Menteri Agus membuka kepada para penyidik atau publik siapa
tokoh di balik kasus ini. Siapa yang meyakinkan Agus Marto menyetujui
permohonan itu, padahal dia tahu bahwa Menpora tidak menandatangani
permohonan itu. (Baca: Kami Akan Membongkar Kasus Ini Hingga Tuntas).
Sebelum diperiksa KPK pada Selasa siang, Agus Marto menjelaskan bahwa perubahan menjadi multiyears itu
tidak berkaitan dengan anggaran, tapi kaitannya dengan pengadaan
barang. "Jadi tidak terkait dengan anggaran. Nanti saya ceritakan
semua," ujar Agus.
Saat keluar dari Gedung KPK, usai diperiksa
Selasa malam, Agus menjelaskan bahwa mekanisme tahun jamak dilakukan
jika suatu kementerian atau lembaga negara ingin mengerjakan proyek
untuk jangka waktu lebih dari satu tahun, dan nilainya tidak bisa
dipisahkan. Langkah itu, juga dilakukan agar kementerian tidak perlu
setiap tahun melakukan tender ulang.
Dia menambahkan
bahwa,"Persetujuan kontrak multiyears itu adalah kewenangan Kementerian
Keuangan. Tetapi, semua pemahaman dan pengetahuannya ada di kementerian
lembaga terkait," kata Agus.
Agus juga menjelaskan mengapa proyek Hambalang berubah dari single year ke multiyears atau
tahun jamak. Perubahan itu, katanya, berawal dari usulan proyek
Hambalang yang semula bernama Pusat Pendidikan Pelatihan Olah Raga
Nasional (P3ON) menjadi Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga
Nasional (P3SON).
Menurutnya, perubahan P3ON menjadi P3SON
adalah pada akhir 2009 dan merupakan inisiatif di Kementerian Pemuda dan
Olahraga. Di mana, lanjutnya, Menpora dan jajarannya yang mendesain
satu proyek yang semula bernama bernama P3ON menjadi P3SON. "Nah, upaya
itu antara lain juga untuk meningkatkan anggaran yang tadinya Rp125
miliar menjadi Rp2,5 triliun," ujar Agus.
Peningkatan anggaran
Hambalang dari semula Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun adalah
inisiatif Kemenpora. Bahkan, lanjut Agus, sejak Januari 2010 dan
sepanjang 2010, Kemenpora menggelar rapat dengan Komisi X DPR.
Setidaknya sebanyak sembilan kali pertemuan antata Kemenpora dan Komisi X
yang intinya membahas tentang perubahan dari P3ON menjadi P3SON dan
kenapa proyek Hambalang dinaikan menjadi Rp2,5 triliun.
"Diskusi-diskusi
itu belum melibatkan Menkeu. Bahwa kemudian di Kemenpora ada
oknum-oknum yang melakukan pembobolan anggaran, itulah yang harus
diusut," katanya. Agus menampik bahwa dia ikut mengatur anggaran proyek
Hambalang. Sebelum dilantik Presiden menjadi Menkeu pada 20 Mei 2010,
katanya, diskusi anggaran proyek Hambalang sudah dilakukan Kemenpora.
Multiyears Hambalang di Audit BPK BPK menemukan indikasi kerugian negara hingga Rp243,66
miliar dalam pembangunan proyek P3SON ini. Indikasi kerugian negara ini
diperoleh dengan cara membandingkan jumlah dana yang dikeluarkan
Kemenpora dengan nilai pekerjaan sebenarnya (realcost) yang dikerjakan oleh subkontraktor yang dihitung secara uji petik.
Dalam penjelasan singkat
BPK, ada 11 indikasi penyimpangan dan dugaan penyalahgunaan kewenangan
dalam proyek ini. Salah satunya dalam proses permohonan kontrak tahun
jamak. BPK pun menyebut beberapa inisial orang-orang dan jabatannya yang
diduga terlibat dalam penyimpangan di sektor proses tahun jamak
tersebut.
Proses perubahan ke tahun jamak ini bermasalah. Wafid
Muharram selaku Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga
menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak, tanpa
memperoleh pendelegasian dari Menpora yang saat itu dijabat Andi
Mallarangeng. Tindakan Wafid itu diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010.
Di
sisi lain, BPK menilai bahwa Menpora yang saat itu dijabat Andi
Mallarangeng diduga membiarkan Seskemenpora melaksanakan wewenang
Menpora. Andi juga dinilai tidak melaksanakan wewenang sebagai Menpora
dan tidak melaksanakan pengendalian serta pengawasan sebagaimana
dimaksud PP 60 tahun 2008.
Tak hanya Kemenpora, BPK pun menyebut
peran Menteri Keuangan dalam dugaan penyimpangan tersebut. BPK menulis:
Menteri Keuangan menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran
menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak, setelah melalui
proses penelaahan secara berjenjang secara bersama-sama, meskipun diduga
melanggar PMK 56/PMK.02/2010.
Antara lain sebagai berikut:
a. Tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis harus dilaksanakan dalam waktu lebih dari satu tahun
anggaran
b. Permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tidak diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga
c. RKAKL Kemenpora 2010 (revisi) yang menunjukkan kegiatan lebih dari
satu tahun anggaran belum ditandatangani oleh Dirjen Anggaran.
Tak
hanya Menkeu, BPK pun membidik peran Dirjen Anggaran Kementerian
Keuangan yang saat itu dijabat Anny Ratnawati. BPK menilai Anny yang
sekarang menjabat Wakil Menteri Keuangan itu berperan dalam beberapa
hal:
a) Memberikan kesempatan kepada Ses Kemenpora (WM) untuk
mengajukan revisi RKA KL TA 2010 dengan Surat Nomor S-3451/AG/2010
tanggal 15 November 2010 padahal batas waktu pengajuan revisi anggaran
telah lewat.
b) Menyetujui revisi kedua SP-SAPSK Kemenpora TA
2010 yang diajukan Ses Kemenpora (WM), meskipun terjadi pengurangan
volume keluaran kegiatan yang tidak sesuai PMK Nomor 69/PMK.02/2010.
c) Menandatangani surat persetujuan kontrak tahun jamak meskipun revisi RKA KL salah ditetapkan.
d) Menetapkan SP-SAPSK Kemenpora TA 2011 dalam skema tahun jamak pada saat persetujuan kontrak tahun jamak belum diterbitkan.