Main » 2011»December»20 » Gubernur Aceh: Mau Jadi Apa Anak Punk? K. Yudha Wirakusuma - Okezone
3:54:34 PM
Gubernur Aceh: Mau Jadi Apa Anak Punk? K. Yudha Wirakusuma - Okezone
JAKARTA- Aksi kepolisian syariah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang menangkap sebanyak 64 anak punk usai menonton konser amal untuk Yatim Piatu pada 10 Desember 2011, tak hanya menuai protes di dalam negeri, namun juga di luar negeri. Namun, Gubernur NAD Irwandi Yusuf menanggapi dingin kecaman dan aksi protes tersebut.
"Apa urusan malunya, apa urusan dunia. Bukan berarti saya katakan boleh langgar HAM, di mana-di mana tidak boleh langgar HAM. Janganlah kita demi nilai-nilai yang dibuat orang di luar dan kita pun menjadi budak," kata Irwandi di Komplek Istana Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2011).
Menurut Irwandi, bila hal itu ditanyakan kepada Kapolda NAD maka itu bukanlah bentuk pelanggaran HAM, karena penangkapan itu adalah bentuk pembinaan.
"Okelah kita telan pil pahit itu. Pikir saja di Aceh ada 700 orang punk yang tidak mau pulang ke rumah orangtua, hidup di taman-taman. Mau jadi apa mereka. Mungkin nge-punk nya masa muda saja, tapi membuang masa muda, tidak sekolah, enggak ngaji, lalu mau jadi apa mereka nanti," ucapnya.
Tidak mungkin mereka hidup begitu terus, tidur di pinggir jalan. Tapi, kata Irwandi, dirinya tidak pernah minta agar mereka rambutnya dirapikan. "Yang saya minta hiduplah dengan normal, meski mereka tidur di taman-taman. Hiduplah dengan normal. Ada baiknya mereka di masjid menginap, agar dibersihkan, agar masyarakat simpati pada kalian. Kalau mereka salah ya dibina," tukasnya.
Pandangan Psikolog Psikolog Aceh, Juli Andriani, M.Si mengatakan, kenapa para punker membentuk idealis yang tinggi, pertama sekali ada sesuatu hal yang terjadi dalam diri mereka yang tidak mereka dapatkan jalan keluarnya.
Mereka rata-rata masih di usia remaja. Kalau dalam psikologi perkembangan, usia remaja itu merupakan masa suatu proses pencarian jati diri dan konsep diri si anak.
“Jadi mereka mencari siapa diri mereka sesungguhnya. Kemudian lagi, masa remaja itu kita katakan masa yang penuh tekanan, konflik, ketidak tahuan. Sehingga ketidak tahuan mereka tadi membentuk idealis mereka menjadi lebih tinggi,”ungkap dosen Psikologi Islam itu kepada The Globe journal, Jumat (16/12) di Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry.
Juli menjalaskan, pada masa remaja itu mereka lebih mendengarkan kelompoknya sendiri atau genknya, ketika mereka mencari informasi itu di rumah, mereka tidak mendapatkan, sehingga malah mendapatkan diluar yang seperti itu.
Selain itu, mereka juga tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya dirumah. Lalu, kenapa selama ini mereka bebas seperti itu karena orangtuanya belum memainkan perannya sebagai orang tua. Peran orang tua itu membimbing, mendidik anak, dan mengawasi anak, bukan menjadi polisi,untuk mendidik anak itu pun harus sesuai dengan usia si anak.
“Kenapa ini terjadi, karena kesalahan dari orang tua yang tidak mengawasi anak-anaknya mau berbuat apa, mau pergi kemana tidak mau tahu,”ujar Juli Andriani.
Menurut Juli Andriani, dalam mendidik anak itu ada tiga gaya, permisif (jenis mengasuh anak yang cuek terhadap anak), otoriter (sistim mengasuh dengan pemaksaan), dan otoritatif (pola mengasuh anak dengan memberi kebebasan berkreasi).
Kalau anak diasuh dengan pola otoriter, segala sesuatu ada hukuman kalau mereka tidak melaksanakan, seperti didikan tentara, anak tidak boleh bernegosiasi sedikit pun. Lalu kenapa mereka tidak mau mandi dan segala macam, karena mereka terasuh dengan gaya perimisif.
“Anak mau pulang kapan saja silakan, sehingga ketika ada kelompok yang tidak ada aturan, maka mereka lebih cenderung menyukainya,”imbuh Juli.
Namun kata Juli lagi, untuk mengubah pola pikir mereka menjadi normal kembali perlu pendekatan yang sangat persuasif. Karena mereka sudah sangat idealis, dan itu sudah mengakar dalam hati dan jiwa mereka.
Namun kata Juli lagi pembinaan mereka di sekolah polisi itu kurang tepat, karena dengan cara seperti itu tidak akan mengubah idealis mereka. Malah mereka lebih keras jadinya.
“Boleh keras, tetapi harus mendidik, jangan keras malah akan melahirkan lagi generasi yang keras,”ujar Juli terakhir