Main
 
BUDI SANTOSOSaturday, 02.11.2024, 7:22:08 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 33
Guests: 33
Users: 0

Main » 2011 » December » 31 » Ferry Ferdiansyah Upaya Menyelamatkan UKM dan Hutan
12:40:54 PM
Ferry Ferdiansyah Upaya Menyelamatkan UKM dan Hutan







Setelah sempat mengalami tarik ulur, Pemerintah akhirnya 
mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan. Larangan ini
bertujuan untuk melindungi rotan dalam negeri. Karena selama ini,
terbukti kebijakan ekspor rotan belum dapat mendorong laju pertumbuhan
industri rotan di dalam negeri. Dalam siaran persnya, Gita Wiryawan
berpendapat, bahwa penutupan ekspor bahan baku rotan dengan keyakinan
akan terjadi penyerapan oleh industri di dalam negeri.

Alasan
mendasar dari dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan
ini antara lain, untuk menjaga ambang lestari sumber daya rotan dan
hutan, meningkatkan utilisasi industri dan ekspor produk rotan, serta
untuk mencegah terjadinya penyelundupan akibat masih diperbolehkannya
ekspor jenis-jenis rotan tertentu.

Selama ini, kalangan perajin
rotan di Indonesia mengeluh karena kesulitan mencari bahan baku rotan
akibat dibukanya izin ekspor bahan baku rotan ke luar negeri. Di lain
pihak, harga ekspor rotan mentah yang murah menyebabkan semakin
kompetitifnya produk negara kompetitor seperti vietnam dan China. Bahkan
pasar Indonesia sendiri telah dijajah  produk China.
    
Apa
lagi, seperti kita ketahui, bahwa kekayaan alam Indonesia yang tak
terhingga diperuntukan untuk kelangsungan dan kesejahteraan hidup
rakyat. Namun, alangkah kecewanya jika melihat kenyataan yang ada.
Justru, kekayaan alam tersebut terkesan terabaikan dan digunakan untuk
kemajuan dan meningkatkan perekonomian negara lain dengan
mengeksploitasi kekayaan alam di negeri ini.

Kebijakan Merugikan


Kebijakan
sebelumnya, Indonesia  mengirim bahan baku rotan ke China. Yang lebih
menyakitkan, bahan baku tersebut diproses di China. Kemudian setelah
jadi, dikembalikan ke pasar domestik di negeri ini. Pemandangan ini
sering kita jumpai di tempat-tempat perbelanjaan. Baik itu mall ataupun
pusat perbelanjaan lainnya. Bahkan merambah hingga pasar tradisional.
Berbagai bentuk barang yang terbuat dari rotan, justru diproduksi oleh
negara lain seperti China. Sedangkan bahan bakunya di dapat dari negeri
ini
        
Kondisi ini sangat ironis bagi usaha kerajinan di
tanah air. China menyerang industri rotan Indonesia dengan persenjataan
yang diperoleh dari dalam negeri. Kenyataan ini semakin melemahkan
industri rotan di penjuru nusantara. Apa lagi keadaan ini  juga
dipengaruhi keberadaan bahan baku sintetis mengingat ketiadaan rotan
asli. Akibatnya, selama ini mayoritas pengusaha yang bergerak di bidang
usaha rotan beralih menggunakan bahan baku rotan sintetis China.
                
Kenyataan
ini, menyebabkan industri rotan nasional terancam kolaps. Hal ini
disebabkan karena kekurangan bahan baku. Penyebabnya disinyalir terjadi
karena adanya ekspor ilegal besar-besaran. Dampak dari kegiatan ini,
tidak hanya dirasakan industri pengolah rotan yang berada di Surabaya
dan Cirebon yang kekurangan bahan baku. Industri pemasok rotan di
Sulawesi yang merupakan sentra produsen selama ini pun mengalami
kesulitan yang tak jauh berbeda.
        
Di sisi lain, pasca
dibukanya ekspor rotan mentah atau setengah jadi pada tahun 2003,
membuat kondisi usaha di dalam negeri mengalami masa keterpurukan dan
semakin memburuk pada tahun 2010. Saat itu, banyak pelaku industri di
tanah air gulung tikar.

Pada periode yang sama, total industri
rotan skala besar di Jatim tersisa 10 persen dibandingkan jumlah mereka
pada tahun 1990-an yang mencapai sekira 90 perusahaan. Situasi itu juga
tampak dari kebutuhan rotan Jatim yang hanya 7.000 ton per tahun atau
turun dibandingkan permintaan pada tahun 1990-an sebesar 70.000 ton per
tahun.

Penyelamatan UKM dan Hutan
        
Asosiasi
Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) berpendapat, bahwa
Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Sekitar 85
persen bahan baku rotan dihasilkan oleh Indonesia. Pada  tahun 2010,
luas areal hutan rotan Indonesia tinggal 1,34 juta hektare dengan jatah
tebang tahunan (annual allowable cut/AAC) lestari sebanyak 210.064 ton
rotan kering per tahun. Hutan ini tersebar di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua.  
        
Sementara
itu, luas rotan budidaya hanya 48.000 hektare. Bila eksploitasi hanya
boleh 60 persen AAC, maka ketersediaan bahan baku rotan di dalam negeri
hanya sekira 126.000 ton rotan kering. Rotan itu sebagian diekspor dalam
bentuk asalan dan rotan setengah jadi, seperti rotan poles, core,
fitrit, dan kulit.  Ekspor bahan baku rotan pada 2010 mencapai 32.845
ton dengan nilai US$32,35 juta atau sekira Rp290 miliar.
        
Jika
kita melihat dari kenyataan yang ada. Bahwa Kebijakan ekspor rotan yang
sebelumnya terjadi di negeri ini, merupakan keanehan tersendiri, bahkan
sesuatu kelangkaan yang terjadi di dunia. Sampai saat ini, di seluruh
Negara, di penjuru dunia tak ada satupun negara yang mengekspor rotan
mentah kecuali Indonesia. Selain itu, pendapatan pengusaha khususnya UKM
yang memproduksi produk dari bahan baku rotan semakin meningkat.
    
Dengan
adanya penghentian kran ekspor bahan baku rotan ini, setidaknya hutan
rotan dapat melakukan pemulihkan selama 2-3 tahun mendatang, karena
China telah mengimpor rotan dan menyetok hingga setahun ke depan. Selain
itu, pendapatan pengusaha khususnya UKM yang memproduksi produk dari
bahan baku rotan semakin meningkat. Dengan ditutupnya keran perdagangan
ekspor bahan baku rotan ke seluruh negara maka volume ekspor produk
rotan bisa tumbuh signifikan

Secara pribadi penulis menilai,
upaya yang dilakukan Menteri Perdagangan berkaitan dengan kebijakan
penghentian ekspor rotan ini sangat membantu para pelaku UKM dalam
meningkatkan pendapatan. Khususnya mereka yang bergerak di usaha mebel
dan kerajinan rotan. Kebijakan ini setidaknya memudahkan mereka
mendapatkan bahan baku rotan yang diperuntukan untuk peningkatan
produksinya. Meskipun,  pada akhirnya kebijakan ini mengalami pro dan
kontra dengan adanya sebuah anggapan, bahwa kebijakan pelarangan ekspor
rotan ini justru mematikan dan merugikan petani dan pengrajin rotan.

Industri
rotan merupakan salah satu industri padat karya sehingga saat produknya
bisa diekspor dalam bentuk produk jadi. Jika di ekspor dalam bentuk
produk jadi, maka keuntungan yang didapat lebih besar dibanding diekspor
dalam bentuk mentah.  Contoh, jika rotannya diekspor mentah maka nilai
tambahnya hanya US$1 sedangkan dalam  bentuk produk jadi bisa US$10.

        
Saat
ini, hutan di Indonesia telah rusak akibat eksploitasi berlebihan.
Ekspor rotan mentah menimbulkan kerusakan, tidak memberikan manfaat bagi
Indonesia. Keadaan ini penulis memandang apa yang Arne Naess ungkapkan
dalam memandang sebuah krisis lingkungan yang terjadi (dalam hal ini
Indonesia), hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang
dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal.
        
Untuk
mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan penyelamatan hutan rotan
ditanah air ini serta menyelamatkan UKM akan kebutuhan rotan untuk
memenuhi peningkatan produksi dalam negeri,dibutuhkan sebuah pola hidup
atau gaya baru yang tidak hanya sebatas menyangkut orang per orang,
tetapi masalah budaya masyarakat secara keseluruhan. Artinya, dibutuhkan
etika lingkungan hidup yang menuntun manusia berinteraksi dengan
lingkungan hidup saat ini. Cara pandang ini sangat menentukan gerak
langkah manusia terhadap kegiatannya, termasuk dalam memperlakukan alam
ini.

Pernyataan dari Menteri Kehutanan pun senada dengan apa yang
diungkapkan Menteri Perdagangan. Menterian Kehutanan mendukung langkah
ini karena menurutnya saat ini telah terjadi eksploitasi hutan rotan
secara berlebihan karena ekspor rotan secara ilegal. Semua ekspor rotan
tersebut menurut pendapatnya telah melebihi daya dukung hutan rotan di
Indonesia karena para eksportir hanya memikirkan keuntungan jangka
pendek tanpa memikirkan dampak yang ditimbukan dari eksploetasi yang
berlebihan tersebut terhadap masyarakat sekitar.

Penulis
berpendapat, dengan ditutupnya keran perdagangan ekspor bahan baku rotan
ke seluruh negara maka volume ekspor produk rotan bisa tumbuh
signifikan. Bukan hanya untuk menyelamatkan UKM semata pada akhirnya.
Kebijakan penghentian ekspor ini setidaknya telah menyelamatkan hutan di
negeri ini.

Ferry Ferdiansyah
Penulis merupakan Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Mercubuana Jakarta Program Studi Magister Komunikasi

Category: EKONOMI DAN BISNIS | Views: 973 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar
«  December 2011  »
SuMoTuWeThFrSa
    123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024