JAKARTA - Kendati akhirnya kompak menetapkan
Siti Fadilah Supari sebagai tersangka, namun sikap Kejagung dan Mabes
Polri dinilai aneh. Sebab kedua lembaga penegak hukum ini awalnya
memberikan keterangan berbeda tentang status mantan Menteri Kesehatan
itu.
"Yah aneh lah. Seharusnya kedua lembaga bisa saling
koordinasi. Harus satu bahasa. Bukannya yang benar ini yang benar itu,"
sesal Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santosa di Gedung DPR, Jakarta, Selasa
(17/04/2012).
Ihwal kabar telah ditetapkannya Siti Fadilah Supari
sebagai tersangka pertama kali muncul dari bekas Kepala Pusat
Penanggulangan Masalah Kesehatan Kementerian Kesehatan, Mulya Hasyim. Di
persidangan di Tipikor pada Kamis 12 April lalu, dia mengaku status
Siti Fadilah sudah menjadi tersangka saat dirinya diperiksa penyidik
Markas Kepolisian dua pekan sebelumnya.
Namun saat dikonfirmasi,
Mabes Polri menyatakan status Siti Fadilah masih saksi. Jawaban berbeda
disampaikan juru bicara Kejagung Adi Tegarisman. Dia menyatakan telah
menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Mabes
Polri. Di situ Siti Fadilah Supari ditulis sebagai tersangka kasus
korupsi proyek pengadaan alat kesehatan senilai Rp15,5 miliar.
SPDP
tertanggal 28 Maret 2012 itu diteken Direktur III Bareskrim Brigjen Nur
Ali. Anehnya Mabes Polri melalui juru bicaranya, Irjen Pol Saud Usman
Nasution masih bersikukuh status Siti Fadilah masih saksi. Baru pada
hari ini Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman membenarkan bahwa
Siti Fadilah Supari telah berstatus tersangka.
Untuk selanjutnya,
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyerahkan sepenuhnya kasus ini
kepada Mabes Polri dan Kejaksaan Agung sesuai dengan mekanisme yang
berlaku.
"Kami di DPR menyerahkan kepada Kepolisian dan
Kejakasaan, lewat mekanisme yang adil sesuai asas prasduga tak
bersalah," pungkasnya.