JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi dan
praktik pencucian uang Dhana Widyatmika (DW) diancam hukuman kurungan
penjara hingga dua puluh tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Tim Jaksa
Penuntut Umum (JPU) mendakwa eks pegawai Ditjen Pajak itu dengan pasal
berlapis.
Jaksa Utama, I.B.N Wismantanu, mengancam Dhana dengan
tindak pidana yang diatur pasal 12B ayat 1 dan Pasal 11 Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18, Pasal 3 jo Pasal 18, Pasal 12 huruf
e, dan Pasal 12 huruf g UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, serta
Pasal 3 UU No.8 tahub 2010 tentang Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat 1
KUHP.
Dalam dakwaan kesatu primair, eks pegawai Direktorat
Jenderal Pajak itu disebut menerima gratifikasi sejumlah Rp2,75 miliar
dari Herly Isdiharsono. "Uang itu bisa dianggap pemberian suap apabila
diberikan terkait jabatan, kewajiban, dan tugasnya sebagai pegawai
negeri," jelas Wismantanu saat membacakan dakwaan di Pengadilan
Tipikor, Jakarta, Senin (2/7/2012).
Kemudian, pada 11 Januari
2006, Dhana menerima uang dari Herly, melalui Liana Apriani dan Veemy
Solichin. Liana disebut menyetor Rp2,9 miliar, dan Veemy Rp500 juta, ke
rekening Bank Mandiri cabang Nindya Karya. Di hari yang sama, Dhana
menyetor Rp1,4 miliar kepada Neny Noviandini untuk pembayaran rumah di
Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Sisanya, Rp2 miliar, digunakan Dhana
untuk kepentingan pribadi.
Selanjutnya, 10 Oktober 2007, Dhana
kembali menerima gratifikasi sebesar Rp750 juta dari Ardiansyah dan Rudi
Kurniawan. "Uang itu bertentangan dengan tugasnya sebagai PNS Ditjen
Pajak. Dan dalam waktu tiga puluh hari setelah menerima uang, dia tidak
melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," tambahnya.
Jaksa
dalam dakwaan kesatu subsider menyebut uang Rp2,75 miliar yang diterima
Dhana terkait permohonan restitusi pajak pertambahan nilai 2003 dan 2004
di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kebon Jeruk oleh wajib pajak PT Mutiara
Virgo.
Namun, berdasarkan kajian Herly, dokumen pengajuan
perusahaan milik Johnny Basuki itu dinyatakan tidak lengkap dan ada
beberapa transaksi yang tidak sesuai data pendukung, sehingga akhirnya
pajak PT Mutiara diperiksa secara menyeluruh.
Ada kejanggalan
pada kasus itu, karena Herly di Ditjen Pajak tidak memiliki kewenangan
memeriksa pajak penghasilan badan usaha. Herly kemudian menyatakan ada
pajak kurang bayar sebesar Rp82,5 miliar dan denda Rp46 miliar. Dari
informasi tersebut, Jhonny meminta rekannya, Hendro Tirtajaya, untuk
bernegosiasi dengan Tim Pemeriksa Pajak. Kesepakatan negosiasinya,
Jhonny membayar uang Rp 30 miliar ke pihak Herly, yang Rp2 miliar di
antaranya disetorkan ke Dhana.