JAKARTA - Pemerintah memang batal menaikkan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada 1 April kemarin, di mana jika
kenaikan dilakukan pada pertengahan tahun akan memicu inflasi.
Direktur
Statistik Harga Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo
menjelaskan, jika harga BBM bersubsidi dinaikkan pada tengah tahun,
merupakan suatu hal yang sulit karena bulan-bulan pada tengah tahun
biasanya merupakan musim liburan dan tahun ajaran baru dan masa
menjelang puasa.
"Kalau harga BBM naik, pemerintah bunuh diri
kalau naikin (BBM) Juli. Saya rasa mungkin pemerintah tidak akan
menaikkan (BBM) pada pertengahan tahun," ungkapnya kala ditemui
dikantornya, Jakarta, Senin (2/4/2012).
Menurutnya, waktu paling
aman untuk menaikkan harga BBM ada pada periode September-Oktober,
karena biasanya dua bulan ini terjadinya deflasi atau sekalipun terjadi
inflasi masih kecil besarannya. "Saya kira pemerintah enggak akan
berani. Kalau mau diambil September-Oktober kenaikannya. Kalau mau yang
aman di sana," paparnya.
Selain itu, musim panen raya juga
berlangsung pada September-Oktober. Sasmito pun menyebutkan, dua bulan
tersebut merupakan masa setelah Lebaran. "Setelah Lebaran kan daya beli
kita turun. Harga ayam jatuh, segala macam jatuh. Nah, pas tuh," kata
Sasmito.
Di sisi lain, BPS juga memperkirakan, jika pemerintah
jadi menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.500 per liter pada bulan
tersebut maka dampaknya terhadap inflasi tidak besar.
Dirinya
menilai inflasi tidak akan sampai 6,8 persen seperti asumsi pemerintah
dalam APBN-Perubahan 2012. Ia memprediksi inflasi hanya sekira enam
persen. "Kalau (kenaikan) di bawah Rp 1.500 per liter, ya lebih kecil
lagi (dampaknya terhadap inflasi)," pungkasnya. (mrt)