Main
 
BUDI SANTOSOSaturday, 02.11.2024, 5:14:51 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » 2011 » September » 24 » BI Jaga Rupiah
9:32:16 AM
BI Jaga Rupiah




(foto:dok/ist)




JAKARTA - Rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan dapat
mencapai Rp9.000 per dolar AS, apabila Bank Indonesia (BI) tidak berada
di pasar menjaga pergerakan rupiah yang makin merosot.


BI akan tetap memantau pergerakan rupiah agar tidak
terpuruk mendekati Rp9.000 per dolar,karena apabila terus merosot maka
posisi akan makin di atas level tersebut.


Sejak rupiah merosot hingga di level Rp8.700 per dolar, BI
terus mengawasi pergerakan pasar, agar tekanan pasarnya bisa berkurang,
Namun aksi lepas itu masih terjadi sehingga rupiah merosot 65 poin
menjadi Rp8.825 per dolar.


Analis PT First Asia Capital, Ifan Kurniawan, Selasa
(20/9), di Jakarta, mengatakan, BI saat ini memiliki cadangan devisa
sebesar 125 miliar dolar AS siap untuk masuk ke pasar lebih lanjut.


Otoritas moneter itu sejak melakukan intervensi telah
menghabiskan dana sebesar 2,6 miliar dolar dari total cadangan yang ada,
katanya.


Menurut dia, rupiah yang terpuruk hingga mencapai Rp8.825 per dolar diperkirakan masih akan berlanjut.


Karena kekhawatiran pelaku asing dengan kondisi global yang
tak menentu berlanjut, sehingga mereka melepas mata uang lokal itu,
ucapnya.


Hal ini terlihat pada pukul 15.00 WIB kemarin, rupiah
terpuruk 145 poin menjadi Rp8.865 dari sebelumnya Rp8.720 atau turun 145
poin Kemerosotan rupiah itu, karena pelaku makin khawatir dengan
ketidakpastian pasar global mengenai krisis utang di Eropa dan Amerika
Serikat, ucapnya.


Menurut dia, rupiah merosot bukan disebabkan oleh faktor
fundamental ekonomi nasional melainkan kekhawatiran atas krisis utang di
Eropa dan di Amerika Serikat.


Apabila rupiah dapat menyentuh level Rp9.000 per dolar,
maka mata uang lokal itu diperkirakan akan terus merosot jauh diatas
level Rp9.000 per dolar.


Meski demikian, sejumlah analis optimis rupiah masih
berpeluang untuk menguat, karena pelaku pasar asing akan kembali masuk
ke pasar domestik.


BI Optimis


Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan
nilai tukar rupiah akan segera kembali menguat setelah tekanan terhadap
rupiah mereda dengan berbagai kebijakan yang dilakukan BI.


"Karena itu BI akan tetap berada di pasar melakukan
intervensi langsung, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) baik secara
bilateral operasi pasar terbuka (OPT) rupiah maupun lelang dengan
menggunakan valuta asing," katanya.


Berbagai intervensi ke pasar keuangan yang dilakukan BI
itu, lanjut dia telah meningkatkan kembali kepercayaan investor sehingga
tekanan terhadap nilai tukar berkurang dan akan kembali ke trend
penguatannya dalam waktu dekat ini.


Gejolak di pasar keuangan pada pekan lalu dipicu oleh
kekhawatiran oleh memburuknya penanganan krisis di Eropa yang memberikan
tekanan pada keluarnya investor asing yang berjangka pendek untuk
profit taking (ambil untung), ucapnya.


Sementara itu investor strategi memilih bertahan karena prospek RI ke depan yang cukup baik.


Sejumlah pengamat pasar uang di Jakarta berpendapat bahwa
pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)
sepekan ke depan sulit diramalkan akibat kondisi ekonomi Eropa yang
belum stabil.


"Hampir semua perusahaan valuta asing saat ini waspada
terhadap nilai mata uang rupiah terhadap dolar yang sampai saat ini
belum stabil dengan memasang jarak jual dan beli yang sangat jauh," kata
pengamat pasar uang Winaya Purwanti.


Menurut dia dari PT Sari Valuta Asing, rupiah sempat
menguat pada Senin (12/9) terhadap mata uang yang digunakan di Eropa
akibat masalah utang di kawasan tersebut, namun kondisi tersebut justru
membuat nilai dolar AS naik terhadap rupiah.


"Selama permasalahan di Eropa belum selesai dan mata uang
Euro terus terdepresiasi, fluktuasi rupiah akan sulit diprediksi," tegas
Winaya.


Sulit perkirakan Sementara itu Direktur PT Indo Multi
Valasindo, Yeny Thuter, yang menilai bahwa perkiraan posisi rupiah
terhadap dolar pada beberapa hari mendatang akan sangat sulit dilakukan.


"Selama sepekan terakhir, perubahan posisi nilai tukar
rupiah terhadap dolar dalam satu hari bisa mencapai lebih dari 100
poin," katanya.


Intervensi


Sebelumnya, Deputi Gubernur BI, Hartadi A. Sarwono,
mengatakan bahwa BI siap mengintervensi pasar apabila penurunan nilai
mata uang rupiah tidak terkendali.


Dalam satu pekan ini, penurunan paling tajam nilai rupiah
terhadap dolar terjadi pada Rabu (14/9) ketika mata uang RI ini
terkoreksi cukup dalam dari posisi Rp8.622 per dolar AS menjadi Rp8.730
per dolar AS.


Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta
Rajasa mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS hingga mencapai
level Rp8.800 merupakan fenomena sesaat karena faktor krisis utang di
Eropa.


"Ini saya menyakini sesaat karena tidak berkaitan dengan fundamental ekonomi kita," ujarnya.


Hatta mengatakan pelemahan mata uang terhadap dolar AS juga
terjadi di negara lain, karena ketakutan atas situasi yang makin tidak
menentu di Eropa.


"Kita melihat, misalkan Prancis kemungkinan terjadinya
kesulitan di sektor perbankannya dan Eropa keseluruhan kesulitan dolar
AS," ujarnya.


Penurunan rupiah itu juga terjadi, karena proyeksi
penurunan pertumbuhan ekonomi Asia oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dari
7,8 persen ke 7,5 persen juga mempengaruhi kondisi pasar modal secara
keseluruhan sehingga menimbulkan aksi "ambil untung" yang diikuti dengan
pembelian dolar AS.


"Ada koreksi ADB terhadap pertumbuhan Asia ke bawah,
walaupun Indonesia dikoreksi ke atas dimana pertumbuhan kita diprediksi
akan lebih dari asumsi. Tapi kemarin di pasar lebih bersifat 'profit
taking' yang diikuti pembelian dolar AS," ujarnya.


Pemerintah dan bank sentral bisa mengantisipasi potensi
depresiasi rupiah ini, selain menyiapkan kebijakan sebagai antisipasi
terhadap situasi yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat.


"Saya yakin Bank Indonesia bisa mengendalikan dan negara
lain mengalami pelemahan juga terhadap mata uangnya, jadi bukan fenomena
kita," kata Hatta. (Ant)


Category: EKONOMI DAN BISNIS | Views: 1033 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024