Muhammad Nazaruddin (Flickr Demokrat)
VIVAnews -- Tim Partai Demokrat diprediksi akan
mengalami kesulitan untuk membawa pulang Muhammad Nazaruddin. Upaya
pemulangan bekas bendahara umum Demokrat itu tak akan semudah pemulangan
Gayus Tambunan oleh tim Polri dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit saat berbincang dengan VIVAnews.com.
"Dalam
kasus Nazaruddin, tim yang dikirim Demokrat itu tak bisa semudah polisi
membawa Gayus Tambunan," kata Arbi Sanit, Sabtu 4 Juni 2011 malam.
Menurut
dia, membawa pulang Gayus Tambunan ke Indonesia jauh lebih mudah dari
pada membawa pulang Nazaruddin. Pasalnya, Gayus hanyalah pegawai biasa,
bukan politisi seperti Nazaruddin. "Kasus Gayus itu kan kriminal biasa.
Apalagi, dulu Gayus diiming-imingi akan mendapat keringanan jika mau
bekerja sama dan pulang ke Indonesia," kata dia.
"Iming-iming itulah yang mempermudah tim Kepolisian dan Satgas membawa pulang Gayus saat itu."
Sedangkan,
lanjut dia, posisi Nazaruddin saat ini sangat jauh berbeda. Nazaruddin,
adalah seorang politisi yang tergolong pandai bernegosiasi.
Apalagi,
tambah Arbi Sanit, Nazaruddin sudah merasa tidak memiliki kepentingan
politik dengan Demokrat. "Orang ini (Nazaruddin) telah dipecat dari
Bendahara Umum Demokrat. Secara politik tak berkepentingan dengan partai
itu," kata dia.
Sehingga, lanjut dia, Nazaruddin tak akan peduli
lagi dengan citra Demokrat akibat kasus suap pembangunan wisma atlet
SEA Games di Jakabaring, Palembang ini. "Yang ada, dia bisa membongkar
borok-borok Demokrat lainnya," kata Arbi Sanit.
Sementara itu,
Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Komunikasi, Andi Nurpati mengatakan
partainya tetap optimis bisa membawa pulang bekas bendahara umumnya itu.
Menurut dia, Nazarudin telah mengungkapkan kesediannya bertemu dengan
tim yang dikirim Demokrat. "Beliau (Nazaruddin) bersedia bertemu, tapi
belum bersedia kapan dan di mana bertemunya," kata Andi Nurpati.
Nama
Nazaruddin dikait-kaitkan dengan suap pembangunan wisma atlet di
Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang menangani kasus itu megajukan pencegahan untuk Nazaruddin
pada 24 Mei yang lalu. Namun, Nazaruddin terlebih dahulu meninggalkan
Indonesia menuju Singapura beberapa jam sebelum surat cegah dikeluarkan.
(eh) • VIVAnews
|