Main
 
BUDI SANTOSOSunday, 22.12.2024, 2:24:48 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 5
Guests: 5
Users: 0

Main » 2012 » January » 4 » Ardi Winangun Apa Salah Kaum Syiah di Indonesia?
11:11:47 AM
Ardi Winangun Apa Salah Kaum Syiah di Indonesia?







Meski lambang dasar negara kita Garuda memegang pita yang
bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi satu
jua, namun realitanya ternyata tidak seperti itu. Selama tahun 2011,
sudah banyak catatan adanya tindakan deskriminatif oleh salah satu
kelompok terhadap kelompok yang lain. Tindakan deskriminatif itu
dilakukan dengan alasan karena adanya perbedaan paham dan kepercayaan.

Tindakan
deskriminatif itu terus berulang dikarenakan, pertama negara membiarkan
atau negara tidak hadir untuk menyelesaikan masalah itu. Kedua, tidak
adanya rasa toleransi atau merasa benar sendiri dari kelompok
masyarakat. Ketiga, adanya unsur kelompok masyarakat yang tidak mau
disaingi salah satu kelompok oleh kelompok lain, tidak ada rasa lapang
dada di antara masyarakat.

Agar tindakan deskriminasi ini tidak
diulang maka diperlukan kerja keras dari pemerintah untuk bagaimana
dirinya bisa hadir dalam setiap peristiwa, tidak hanya ketika peristiwa
itu terjadi namun juga mendorong sikap keterbukaan dan rasa toleransi
dari masyarakat.

Ketika agama-agama baru masuk ke Indonesia,
semua dapat berkembang dengan wajar karena adanya rasa toleransi dari
penduduk Indonesia asli. Mereka beranggapan anggapan baru adalah agama
yang baik dan mampu membawa perubahan sikap hidup penduduk menuju
kehidupan yang lebih rasional. Sehingga ketika agama itu disebarkan,
tidak ada rasa antipati atau mencegah perkembangan agama itu. Namun
masalahnya ketika agama baru itu sudah dianut oleh penduduk, justru yang
terjadi sebaliknya. Umat yang satu melarang umat yang lain yang
berkembang, bahkan di antara umat itu sendiri juga saling melarang
perkembangannya.

Sikap saling melarang ini bisa jadi adanya
rivalitas di antara umat beragama bahkan di antara umat beragama itu
sendiri. Agama dijadikan sarana untuk kepentingan politik dan ekonomi
oleh salah satu kelompok dengan tujuan agar kepentingan dan dominasinya
tidak terusik. Mereka merasa terancam bila ada sesuatu yang baru dan
berkembang. Untuk mencegah yang demikian, biasanya kelompok yang merasa
terancam akan melakukan tindakan kekerasan atas nama kebenaran.

Sangat
disayangkan ketika kelompok syiah di Indonesia dilarang oleh beberapa
orang di wilayah Kecamatan Karangpenang, Kabupaten Sampang, Pulau
Madura, Jawa Timur. Padahal tidak ada fatwa haram terhadap syiah untuk
berkembang di Indonesia. Sangat naif bila ajaran syiah dilarang di
Indonesia, pasalnya syiah masuk ke Indonesia sendiri seiring dengan
masuknya agama Islam. Buktinya dari para penyebar agama Islam di
nusantara, banyak wali dan sunan yang menganut syiah, jadi tidak ada
yang baru dan aneh ketika syiah berkembang di masyarakat. Bukti lain
dari masuknya syiah ke Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu bisa
dilihat dari relief di Klentheng Cheng Ho di Semarang, Jawa Tengah. Di
situ terlihat para saudagar dari Persia atau Iran sedang melakukan
kunjungan ke Nusantara.

Syiah berkembang lebih pesat ke segala
penjuru dunia setelah adanya Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979 dan
keberanian pemimpin-pemimpin Iran melawan Amerika Serikat dan sekutunya
pada waktu berikutnya. Keberanian para pemimpin Iran melawan Amerika
Serikat dan sekutunya inilah yang menjadi marketing mengembangkan syiah
ke segala penjuru dunia dengan sukses. Dengan sikap tegasnya pemimpin
Iran kepada Amerika Serikat dan sekutunya membuat mayoritas orang
Indonesia yang suni atau abangan pun menjadi simpati ke orang-orang
(syiah) Iran. Bahkan tidak sedikit orang Indonesia yang abangan atau
suni menjadi syiah dengan ikut atau bergabung dengan
organisasi-organisasi syiah yang ada di Indonesia, seperti di
kampus-kampus maupun kelompok-kelompok pengajian.

Ketika
mazhab-mazhab Islam masuk ke Indonesia semua berakulturasi dengan budaya
lokal. Budaya lokal yang penuh dengan rasa toleransi ini menyebabkan
perbedaan sikap dan perilaku dengan penganut mazhab dari daerah aslinya,
Timur Tengah dan negara-negara Arab. Di Timur Tengah dan negara-negara
Arab, perbedaan mazhab digunakan untuk kepentingan kekuasaan dan
ekonomi, sehingga mereka bertikai dengan menggunakan Islam dan mazhabnya
untuk kepentingan kekuasaan dan ekonomi. Penggunaan agama untuk
kepentingan kekuasaan dan ekonomi yang telah  terjadi ribuan tahun yang
lalu akhirnya dijadikan stigma masing-masing pihak bahwa yang satu haram
sehingga harus diperangi.  

Bukti konflik antara syiah dengan
beberapa orang di Kecamatan Karangpenang itu bukan faktor sesat atau
tidak namun karena faktor seperti yang terjadi di Timur Tengah atau
negara-negara Arab, yakni ada unsur ketakutan akan hilangnya kekuasaan.
Ini bisa dilihat dari salah satu pemuka agama setempat yang mengatakan,
pihaknya mengimbau syiah tidak berkembang menjadi besar di Indonesia.
Sebab, mereka (kaum syiah) dikhawatirkan akan berkuasa di negeri ini.

Apa
yang terjadi di Kecamatan Karangpenang, di mana beberapa orang
melakukan deskriminasi kepada kaum syiah, untungnya di tempat lain tidak
terjadi. Perkembangan syiah di tempat-tempat lain tidak menimbulkan
masalah bila tidak diprovokasi atau digunakan untuk mengalihkan isu.
Untuk itu menjadi tugas semua ulama untuk menyadarkan bahwa perbedaan
dalam menafsirkan agama dilakukan tidak secara kaku dan tidak di luar
batas yang ada (liberal) sehingga ketika memandang orang jadi benar
adanya. Ketika semua masih menjadi batas-batas yang disepakati ulama
maka itu disebut Islam. Sehingga ummat Islam bisa menoleransi kelompok
lain yang hidup berdampingan.

Untuk meredam kesalahpahaman
masyarakat di Kecamatan Karangpenang atau tempat lainnya terhadap ajaran
syiah, langkah yang perlu dilakukan. Pertama, pemerintah harus
menjelaskan bahwa tidak ada yang salah dengan syiah. Adanya pihak yang
ingin kaum syiah dilokalisir justru itu mengesankan bahwa kaum syiah
kelompok berbahaya. Biarlah syiah berkembang seperti mazhab lainnya.
Kedua, bila selama ini ada elit politik, ketua organisasi pemuda, dan
intelektual yang giat membela umat agama lain ketika dilarang melakukan
ibadah, maka seharusnya elit politik, ketua organisasi pemuda, dan
intelektual itu juga harus membela kaum syiah yang teraniaya. Bahkan
keberadaan kaum syiah itu kondisinya lebih mengenaskan di mana
sarana-sarana pendidikan dan ibadahnya dibakar.

Ardi Winangun
Pengurus Presidium Nasional Masika ICMI dan Siswa Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa-Megawati Institute

Category: BERITA SERBA SERBI | Views: 1503 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar
«  January 2012  »
SuMoTuWeThFrSa
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024