Main
 
BUDI SANTOSOSunday, 22.12.2024, 1:23:05 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 3
Guests: 3
Users: 0

Main » 2011 » October » 5 » Ahmad Arif Tragedi Cassa 212 dan Pemerintahan yang Cemen
9:10:20 AM
Ahmad Arif Tragedi Cassa 212 dan Pemerintahan yang Cemen











"Ya Allah….. SBY, di mana perhatianmu kepada kami….?!
"Kenapa
lama sekali menolong keluarga kami, harusnya mereka masih hidup, mereka
itu pasti mati karena kelaparan dan kedinginan, kalau pemerintah cepat
pasti tidak begini….”

Kedua nukilan tersebut merupakan teriakan
paling dominan di antara deru histeria keluarga para koraban jatuhnya
pesawat Cassa 212-200 milik PT Nusantara Buana Air (NBA) di pegunungan
Bahorok Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu
(29/9/2011). Bangkai pesawat berada di koordinat 0324 utara dan 09801
timur.

Kontroversi Komunikasi

Lambatnya
proses penyelamatan evakuasi korban menuai kritik. Seharusnya, saat
lokasi pesawat jatuh ditemukan, evakuasi segera dilakukan. Karena,
mungkin saja saat itu, masih ada penumpang atau awak yang masih hidup.
Tapi itu tidak dilakukan dengan alasan medan yang berat dan cuaca yang
tidak bersahabat.

Keluarga korban sempat melakukan protes atas
kelambanan ini. Mereka bahkan ada yang mengaku sempat dikontak oleh
anggota keluarga mereka. Diduga ada korban yang mengalami luka, namun
karena pertolongan tak kunjung datang penumpang pesawat tidak
terselamatkan.

Ironi lain dalam tragedi jatuhnya pesawat Cassa
212 tersebut adalah debat dan kontroversi tentang kemungkinan
tersambungnya komunikasi antara penumpang dengan keluarga mereka atau
sebaliknya.
Beberapa televisi swasta nasional sempat mem-blow up
berita tentang tersambungnya komunikasi antara penumpang dengan keluarga
mereka. Menurut pengakuan pihak keluarga, mereka sempat dua kali
terhubung pada hari Kamis sore dan Jumat pagi. Setelah itu, tidak bisa
dihubungi kembali.

Syamsidar Yusni (27) sempat menelepon salah
seorang kerabatnya di Medan sekira pukul 10.00 WIB. Namun, ucapan
pegawai kantor Pajak Kutacane itu tidak bisa diterima Akbar, sang
kerabat, dengan baik. Akbar hanya bisa mendengar suara tangisan dan
jeritan di sekeliling Syamsidar, hanya beberapa detik. Setelah itu,
terputus dan tidak bisa dihubungi kembali (Serambi Indonesia,
30/9/2011).

Namun sayangnya, berita tersebut, khususnya yang
di-blow up beberapa stasiun tv, dibantah oleh pemerintah. Herry Bhakti,
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, menampik kabar sempat
terjadi hubungan komunikasi para korban yang meminta pertolongan.
Menurutnya kondisi di lokasi jatuhnya pesawat sangat sulit ditembus
jaringan komunikasi.

Pemerintah Cemen!

Cemen
alias cetek mental, itulah kata yang tepat untuk mengilustrasikan sikap
dan tindakan pemerintah sebagai regulator dalam menyikapi setiap
tragedi transportasi di negeri ini.
Ungkapan cemen sering kita jumpai
dalam pergaulan remaja; "Ayo temui cewek itu," "Gak ah", "Ih cemen lu
itu, gitu aja gak berani" atau "Ah, cemen lo! Masa sama ulet aja takut!”

Secara
bahasa, dari petikan dua dialog tersebut kata cemen mengandung dua
arti. Pertama, cetek mental, atau penakut tak punya nyali. Kedua, tidak
gentle alias penakut. Dalam bahasa inggrisnya sering diungkapkan dengan
kata chicken alias pengecut.

Sedangkan kata cetek sendiri - kita
telusuri dalam kamus besar bahasa Indonesia versi online - memiliki dua
arti juga. Pertama, tidak jauh jaraknya dari permukaan ke dasar
(tentang sungai, sumur, dan sejenisnya) alias dangkal atau tohor. Kedua,
tidak mendalam (tentang pengetahuan dan sejenisnya).

Cemennya
pemerintahlah yang membuat lambannya proses evakuasi korban. Cemen itu
yang membuat pemerintah negeri ini selalu gagap dan tidak siap dalam
menghadapi berbagai macam tragedi dan bencana. Padalah, jelas-jelas
letak negeri ini berada di atas zona bencana. Tapi hal itu sepertinya
itu tidak pernah digubris.

Ketidaksiapan itu bisa dilihat pada
tiga aspek; sarana, institusi dan operasional. Dari sisi sarana dan
prasarana bisa dilihat dari keengganan pemerintah mengalokasikan dana
untuk menyiapkan peralatan dan perlengkapan pendukung lainnya. Begitu
ada kejadian, baru grabak-grubuk sibuk mencari sarana.

Secara
institusi, terlalu sering terjadi over lapping sehingga panjang sekali
proses birokrasi yang harus dilalui.  Sedangkan pada tataran
operasional, kesan yang lebih tertangkap di permukaan adalah lebih
kepada cari muka dan ABS (asal babe senang). Dengan kata lain, arogansi
institusi masih sangat kental.

Jika sikap cemen tersebut masih
membalut pemerintahan Pak Beye, atau pemerintahan lainnya di kemudian
hari, maka tragedy demi tragedy akan tetap dan terus menerus menghantui
anak negeri.

Solusinya, dibutuhkan sebuah lembaga independen yang
lepas dari intervensi pemerintah atau tetek bengek birokrasi lainnya
seperti selama ini. Selain itu, juga dibutuhkan orang-orang yang tidak
cetek mental alias cemen dalam mengoperasionalkan lembaga independen
tersebut.

Ahmad Arif
Penulis adalah peminat kajian sosial kemasyarakatan, mantan pengurus pusat IMAPA (ikatan mahasiswa dan pemuda Aceh) Jakarta
Category: SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN | Views: 938 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024