"Kita
memperkirakan sampai saat ini ada 17.000 senjata ilegal, tadinya legal
tapi sejak 2005 tidak boleh diperpanjang lagi jadi ilegal. Seharusnya
polisi merazia tapi tidak dilakukan oleh polisi, tapi yang ada hanya
meminta pemilik untuk mengembalikan. Karena untuk mendapatkan senjata
itu bayar mahal jadi kebanyak pemilik tidak mau membalikan begitu saja,"
ujar Neta kepada okezone, Jumat (13/1/2012) malam.
Kata Neta,
masih banyaknya senjata api ilegal beredar dimasyarakat menjadi salah
satu penyumbang maraknya aksi kejahatan dengan senjata api selama ini.
Dia menjelaskan senjata api tersebut banyak berasal dari daerah-daerah
konflik seperti Aceh, Papua, Maluku dan Poso serta purnawiraman yang
tidak mengembalikan usai pensiun.
Pasca kerusuhan 1998, sambung
Neta, pihak kepolisian banyak memberikan izin kepemilikan senjata api
kepada kepada bankir, pengusaha dan profesi lainnya untuk menjaga
keselamatan, namun setelah 2005 dikeluarkannya izin pencabutan
kepemilikan senjata api, masih banyak pemilik yang tidak mengembalikan
ke kepolisian.
"Memiliki senjata tanpa izin (ilegal) bisa dikenakan undang-undang darurat, sanksinya di atas 5 tahun penjara," ucapnya.
Oleh
karenanya, kepolisian harus tegas melakukan upaya paksa agar para
pemilik senjata api mau mengembalikan senjata apinya tersebut. "Datangi
ke rumah, terus menerus merazia senjata api, terutama di Jakarta, yang
banyak senjata. Dilakukan secara tegas jangan angin-anginan saja,"
tutupnya. (sus)
(ahm)