Site menu |
|
|
Section categories |
|
|
DETIK |
|
|
Statistics |
Total online: 18 Guests: 18 Users: 0 |
|
|
| | |
|
Sekilas tentang Behaviorisme Posted by AKHMAD SUDRAJAT
Sekilas tentang Behaviorisme Posted by AKHMAD SUDRAJAT
BehaviorismeBehaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu. Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam individu. Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama sejak jaman Yunani Kuno, ketika psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh J.B. Watson pada tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu kealaman yang eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus menggunakan metode empiris, seperti : observasi, conditioning, testing, dan verbal reports.
Teori utama dari Watson yaitu konsep stimulus dan respons (S-R) dalam psikologi. Stimulus adalah segala sesuatu obyek yang bersumber dari lingkungan. Sedangkan respon adalah segala aktivitas sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi. Watson tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku dan perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para penganut behaviorisme berikutnya.
Teori-teori yang dikembangkan oleh kelompok behaviorisme terutama banyak dihasilkan melalui berbagai eksperimen terhadap binatang. Berikut ini disajikan beberapa teori penting yang dihasilkan oleh kelompok behaviorisme:
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
|
Category: PENDIDIKAN | Added by: budi (21.08.2011)
|
Views: 1029
| Rating: 0.0/0 |
| |
| | |
|
Login form |
|
|
KOMENTAR |
|
|
OLAHRAGA |
|
|
BERITA TERKINI |
|
|
|