PEKANBARU-
Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menduduki suatu jabatan
menjadi sebab suburnya tindak pidana korupsi di Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menduduki suatu jabatan publik seseorang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
"Sehingga
ketika berhasil menduduki jabatan tersebut orang kemudian berpikir
bagaimana mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan untuk menduduki
jabatan itu," kata Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dalam sambutannya di
acara silaturahim dengan tokoh masyarakat Riau di Pekanbaru, belum lama
ini.
Luthfi menguraikan, Jika mengandalkan gaji yang didapat
sebagai pejabat publik tentu apa yang dikeluarkan tidak bisa kembali.
"Akhirnya, mereka mencari jalan pintas dengan mencuri uang negara untuk
mengembalikan biaya-biaya tersebut," kata Luthfi.
Karenanya Luthfi
memandang sangat penting bagi lembaga-lembaga politik, pemerintahan,
maupun lembaga penegak hukum untuk menerapkan pola low cost management
dalam rekruitmen SDM-nya.
Dan orang-orang yang direkrut adalah
mereka yang memang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan moralitas yang
baik. Di atas rata-rata. "Bukan isi tasnya yang dilihat," gurau Luthfi.
Pola
low cost management akan memacu orang untuk bekerja keras dan fokus
menyelesaikan persoalan yang ada pada bidang kerjanya. Bukan sebaliknya
fokus mengembalikan dana yang telah dikeluarkannya sehingga abai pada
tugas dan tanggung jawabnya.
Luthfi juga menyoroti soal mahalnya
biaya pendidikan saat ini. Untuk masuk sekolah dan perguruan tinggi
orang tua harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Biaya masuk
sekolah hingga puluhan juta harus dikeluarkan orang tua. Sementara
untuk perguruan tinggi fakultas-fakultas tertentu biayanya mencapai
ratusan juta, baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta.
Mahalnya
biaya pendidikan, lanjut Luthfi, juga berpotensi menyuburkan tindak
pidana korupsi. Karena orang tua akan berusaha sebisanya untuk bisa
menyekolahkan anaknya. Walaupun hal itu di luar batas kemampuannya.
Luthfi
memandang mahalnya biaya pendidikan sebagai ironi. Pasalnya, anggaran
pendidikan dalam APBN sudah naik menjadi 20 persen. Logikanya, naiknya
anggaran seharusnya membuat biaya pendidikan menjadi murah dan
terjangkau. Namun yang terjadi, biaya pendidikan justru makin mahal dan
tak terjangkau golongan masyarakat menengah bawah.
Luthfi
mengkhawatirkan, produk pendidikan berbiaya mahal ini juga akan
menyuburkan praktik korupsi. Karena mereka berhitung mahalnya biaya
pendidikan yang sudah dikeluarkan orang tua mereka juga perlu kembali.
"Kalau ini yang terjadi, apa jadinya bangsa ini," tandas Luthfi. (put)