REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Selepas menyelesaikan
pendidikan menengah atau sederajat, seharusnya pelajar dapat menentukan
pendidikan lanjutan yang diminati. Namun, tidak jarang masih ditemukan
pelajar yang kesulitan memutuskan jurusan atau program studi apa yang
hendak diambil.
Psikolog Pendidikan, Elok Dianike M.Mpsi,
menuturkan situasi itu termasuk wajar dialami para pelajar. Sebab, dari
segi usia mereka tengah mengalami tahapan psikologis berupa pencarian
jati diri.
"Jadi tak heran bila minat mereka berubah seiring
dengan dinamisasi perkembangan psikologisnya. Contoh saja, teman-teman
minat dengan kedokteran, maka ia pun minat. Tak lama, niatan itu surut
karena ada jurusan lain yang menarik minatnya," kata dia saat berbincang
dengan Republika Online, Sabtu (3/12).
Selain perkembangan
psikologis, lanjut Elok, sistem pendidikan di Indonesia hanya
memprioritaskan mengejar prestasi akademis dengan memberikan kurikulum
yang padat. Namun, sistem pendidikan tidak menopang minat dan pengenalan
karir yang dibutuhkan pelajar. "Dua hal ini masih jarang diterapkan.
Kalaupun ada hanya bersifat umum saja," kata dia.
Alasan lain,
ada semacam stereotipe yang terbentuk dari orang tua dan lingkungan
terhadap program studi. Akibatnya, pilihan anak menjadi terbatas, dan
akhirnya memilih apa yang disukai lingkungan bukan dirinya. "Padahal,
semua jurusan atau program studi itu sama," jelas Elok.
Dalam
kasus poin ketiga, ungkap Elok, akan memberikan pengaruh bagaimana "rasa
semangat" anak dalam menekuni pelajarannya. "Memang berhasil atau
berprestasi, tapi ada perbedaan saat ia bekerja. Semangatnya itu tidak
ada," ujarnya.
Untuk itu, Elok menyarankan agar para pelajar
menggali potensi minat semaksimal mungkin bisa melalui diskusi,
informasi dunia maya dan buku. "Harapannya, pelajar tak lagi bingung
menentukan pilihan. Mereka akan yakin dengan pilihannya, melaksanakan
sepenuh hati dan akhirnya berprestasi," pungkasnya.