Main
 
BUDI SANTOSOSunday, 19.05.2024, 2:09:06 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
Berita Teknologi
berita tentang komputer
Kesehatan
Agama
Artikel tentang Agama
Olahraga
Olahraga
OTOMOTIF
OTOMOTIF
Entertainment
Entertainment
Informasi Umum
Informasi Umum
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
KULINER
SERBA-SERBI KULINER
GADGET
KOMPUTER/HP

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » Articles » PENDIDIKAN

Beda Pendapat di Depan Anak, Bagaimana Menyikapi? Fitri Yulianti - Okezone
detail berita


Saat beda pendapat (Foto: Google)




MENIKAH menjadi penyatuan dua karakter manusia yang berbeda. Perbedaan akan terasa ketika pasangan suami istri sudah memiliki anak.

Masa
pacaran menjadi kesempatan bagi pasangan kekasih untuk saling
mengetahui seberapa sama dan berbeda keduanya. Titik beratnya tentu ada
pada persamaan, sedangkan perbedaan sifatnya hanya melengkapi.

Dan
ketika menikah, beda pendapat adalah hal yang biasa karena
masing-masing punya latarbelakang berbeda. Namun, ada satu kunci yang
menjadi jembatan bagi perbedaan tersebut.

"Kalau kita saling
percaya dan menghormati sebagai pasangan, kita bisa lihat memang beda,
tapi akan memandang itu sebagai sesuatu yang wajar. Perbedaan pendapat
tidak perlu dibesar-besarkan,” kata psikolog Anna Surti Ariani Psi
ketika dihubungi okezone, Selasa (29/11/2011).

Ia
menambahkan, perbedaan pendapat di antara pasangan suami istri ini akan
mulai terasa ketika hadir buah hati. Dengan niat yang sama yang untuk
mencurahkan kasih sayang, masing-masing pihak melakukannya dengan cara
berbeda.

"Perlu disadari bahwa punya anak, ketika ingin memberikan kasih sayang, enggak harus dipaksakan dengan cara yang sama kan? Tapi dalam kasus tertentu, ada alternatif penyelesaian yang bisa dipilih,” ujar psikolog yang akrab disapa Nina ini.

Menurutnya,
alternatif ini bisa diambil ketika perbedaan pendapat orangtua
"terjebak” di tengah anak-anak. Kompromi yang dibuat dimaksudkan agar
anak tidak dibuat bingung, harus memilih aturan dari ibu atau ayahnya.
Atau dalam kasus tertentu, ketika anak bersikap oportunis, mematuhi
aturan yang sesuai keinginannya dan orangtua seperti "diadudomba”.

Nina
menjelaskan, alternatif penyelesaian pertama adalah, pihak manapun
(suami/istri) yang lebih dulu atau telanjur membuat sebuah aturan, maka
aturan itu yang diterapkan pada anak-anak.

"Setelah kita tidak
berada di depan anak-anak, kita bisa pertanyakan mengapa pasangan kita
punya aturan demikian untuk anak-anak,” jelasnya.

Kedua,
mendiskusikannya langsung di hadapan anak, tentu dengan cara yang
positif. Sebagai contoh, suami membolehkan anak-anak untuk makan es krim
setelah makan malam. Kita sendiri melarang karena mereka sedang batuk.

"Kita
berusaha menjelaskan ke anak-anak yang kemudian disepakati saat itu
juga. Ayah bisa lantas merevisi aturannya, ‘Oh ya, ayah lupa kalau kamu
sedang batuk. Lain kali saja ya makan es krimnya, kalau sudah sembuh,”
paparnya.

Nina menandaskan, dua alternatif penyelesaian beda
pendapat seperti di atas hanya sedikit cara yang bisa dilakukan
orangtua. Masing-masing keluarga tentu memiliki solusi berbeda yang juga
positif bagi semua pihak.
Category: PENDIDIKAN | Added by: budi (30.11.2011)
Views: 863 | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024