Sebelumnya,
sudah di bahas memilih sepeda motor sesuai dimensi badan. Untuk yang punya kelebihan berat badan, berpostur tinggi atau yang cenderung bertubuh mungil. Tapi sayangnya tidak
banyak pilihan yang bisa dilakukan pengendara yang tubuhnya tergolong di atas atau di bawah rata-rata orang Asia.
Peredam kejut diseting agar sesuai kebutuhan
|
Karena ya seperti yang dikatakan kalau motor yang
beredar umumnya, didesain sesuai peruntukan. Pilihan terbaiknya bisa
ditempuh lewat cara modifikasi. Ini dikejar demi mencapai segitiga
berkendara atau riding position yang ideal. Sehingga riding akan terasa
lebih nyaman.
Langkah modif, bisa saja dengan mengubah posisi
pijakan kaki. Atau, juga lewat cara penggantian raiser setang agar
posisi kemudi lebih tinggi. "Untuk keperluan harian, sebenarnya tidak
disarankan mengubah,” saran Hendro Aryono, dari Divisi Safety Riding PT
Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI)..
Bagi Wahyu yang punya
badan tinggi besar, penyesuaian utama terletak di peredam kejut. Dengan
bobot yang besar, sok belakang dibuat lebih keras. Sehingga sok tidak
terlalu empuk mengayun bahkan amblas.
"Apalagi ketika dipakai berboncengan dengan istri,” bebernya sembari bilang bobot istri sekitar 50 kg.
Power Weight To RatioIni
juga bisa jadi acuan buat pilih motor. Yup, Power Weight To Ratio
(PWTR). Artinya, tenaga yang dihasilkan motor juga kudu dipertimbangkan
untuk power mesin dan berat pengendara.
Pemilik badan tinggi
besar cenderung memilih model sport ketimbang skubek. Ini jawabannya.
Misal, tenaga motor sport bisa sentuh angka 23 dk/ 8.500 rpm dan
beratnya 130 kg. Maka diketahui, setiap 1 dk menarik 5,65 kg.
Semakin besar angka, semakin berat akselerasi Sedang pacuan bebek, tenaga standar bermain di angka 9,5 dk/ 7.000 rpm
dengan bobot 100 kg. Maka PWTR yang dihasilkan, 1 dk menarik 10,52 kg.
So, pacuan bebek cenderung lebih berat berlari ketimbang sport.
Belum
lagi jika bobot yang dihitung di atas ditambah bobot tubuh pengendara.
Faktor PWTR ini juga akan berpengaruh ke pada konsumsi bahan bakar yang
tercipta. Semakin besar angka yang tercipta, bahan bakar bisa menjadi
lebih boros. Tidak kalah penting, usia komponen. Part juga bisa lebih
cepat aus.
Kebutuhan BalapBicara pacuan
untuk kebutuhan harian, tentu berbeda dengan besutan balap. Untuk
keperluan balap, cenderung menyesuaikan ke rider. Ergonomi dan riding
position didesain sesuai postur tubuh masing-masing.
Ini berlaku untuk semua pacuan. Misal, di pacuan bebek MP5 atau MP6 yang
dipacu anak-anak berusia 14 tahun. Tentu agak berbeda dengan underbone
yang ditunggangi seniornya di MP1 atau MP2. Karena postur tubuh pasti
lebih tinggi.
Kebutuhan balap, ergonomi lebih spesifik ke rider Kondisi seperti ini juga dirasakan sendiri oleh MOTOR Plus
ketika mengunjungi paddock tim Repsol Honda di Sepang tahun 2007. Kala
itu, tim ini dihuni Nicky Hayden dan Dani Pedrosa. Meski mengusung tipe
motor yang sama (Honda RCV212), tapi ergonomi yang diberikan tiap motor
berbeda.
Jarak footstep ke jok di motor Pedrosa lebih dekat
ketimbang milik Hayden. Ini disebabkan tubuh Pedrosa yang lebih pendek
ketimbang Hayden. Maka itu, mekanik yang bekerja juga mengukur
ketinggian footstep dengan setang dan jok kala itu.
(motorplus-online.com)