Main
 
BUDI SANTOSOTuesday, 07.05.2024, 2:19:25 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
Berita Teknologi
berita tentang komputer
Kesehatan
Agama
Artikel tentang Agama
Olahraga
Olahraga
OTOMOTIF
OTOMOTIF
Entertainment
Entertainment
Informasi Umum
Informasi Umum
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
KULINER
SERBA-SERBI KULINER
GADGET
KOMPUTER/HP

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » Articles » KULINER

Kasoami, Pesona Lain Wakatobi
WAKATOBI adalah
kabupaten yang berada di Sulawesi Tenggara. Namanya diambil sebagai
akronim dari empat pulau besar; Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan
Binongko. Sebagai daerah kepulauan, ia dikenal dengan eksotika bahari
yang memukau.

 

Di samping dunia bahari, sesungguhnya Wakatobi menyimpan daya tarik yang
tak kalah memikat, yakni kuliner khas. Jika berkunjung ke sini, tak
lengkap rasanya jika belum mencoba kenikmatannya.

 

Kuliner khas yang dimaksud adalah kasoami. Bentuknya kerucut. Rasanya
seperti roti tawar. Gurih, kenyal, dan nikmat. Di sini, hampir semua
masyarakat menjadikannya sebagai makanan pokok.

 

Untuk mendapatkan kasoami juga bukan hal yang sulit. Jika dahulu hanya
dinikmati di rumah saja, kini ia sudah banyak dijajakan di beberapa
pasar, jembatan, serta pelabuhan yang ada di Kabupaten Wakatobi.
Misalnya Pasar Pagi, Pasar Sentral, Pasar Malam, Jembatan Mola,
Pelabuhan Panguno Belo, dan Jembatan Wanci.

 

Kasoami sendiri adalah makanan berupa ubi kayu. Dan di Wakatobi, ada
empat macam kasoami tugi dan kasoami pepe, kasoami biru, dan kasoami
kasameha (kacang merah).

 

Namun demikian, saat ini yang banyak dijual di pasaran adalah kasoami
tugi dan kasoami pepe. Menurut Wa Ode Bia (79), seorang penjual kasoami
yang sejak 1959 berdagang di Kelurahan Wanci, Kecamatan Wangi-Wangi,
keduanya memiliki harga yang sama, yakni Rp4 ribu. Pada awal ia
berjualan, harganya masih Rp5 ribu.

 

Masing-masing kasoami ini memiliki proses pemasakan yang berbeda.
Kasoami tugi, misalnya. Yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengupas ubi dan mencucinya hingga bersih. Setelah itu, ia diparut dan
dibungkus dengan komunto kaluku (semacam karung yang ada di pohon kelapa) atau karung plastik.

 

Selanjutnya, bungkusan tersebut diikat dan dbioopi (dijepit dengan papan dan ditindih dengan batu) agar keluar raba kau dbajava (sagunya atau umbinya) selama setengah hari.

 

Proses selanjutnya, oopi (parutan ubi tanpa umbi) itu dibuka dan diangin-anginkan agar kasoami tidak manis atau asam. Lalu kasoami dihancurkan, digugura (diayak agar terpisah dari serabutnya yang keras dan tidak hancur), dimasukkan ke dalam soamia (tempat untuk mengukus kasoami yang terbuat dari ayaman daun kelapa tua yang berbentuk kerucut), dan dikukus di folanga futa, atau folangan riti
(periuk yang terbuat dari tanah liat atau kuningan) selama 15 menit
hingga berwarna kekuning-kuningan. Setelah masak, kasoami diangkat dan
diletakkan di tapea (nyiru).

 

Biasanya, kasoami tugi dibungkus dengan bhelo-bhelo (daun
pisang yang masih muda). Akan tetapi, sekarang banyak penjual yang
menggantinya dengan bungkusan dari kantong plastik. Berbeda dengan daun
pisang, bungkusan plastik membuat daya tahannya hanya kuat selama dua
hari.

 

Proses yang hampir sama juga dilakukan untuk membuat kasoami pepe. Hanya saja, sebelum oopi dikukus, santan kelapa harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian didinginkan. Setelah itu, masukkan oopi dan baru di bungkus.

 

Ketika kasoami matang, bagian runcingnya dilubangi dengan jari telunjuk
dan diberi minyak goring yang digoreng bersama bawang merah. Setelah
itu, remas-remas hingga menyatu lalu dipukul-pukul dengan menggunakan
potongan pelepah kelapa tua atau menggunakan botol. Kemudian ia
dibungkus dengan daun pisang yang masih muda.

 

Namun, seperti pada kasoami tugi, pembungkus kasoami pepe pun sudah
banyak yang terbuat dari kantong plastik. Alhasil, daya tahannya hanya
sekira tujuh hari. Padahal jika dibungkus dengan daun pisang, makanan
yang lebih nikmat disajikan dengan ikan goreng ini daya tahannya bisa
lebih lama.

 

"Awalnya, kasoami pepe ini dibuat hanya untuk orang yang berlayar seperti ke Pulau Jawa,” kata Wa Ode Bia.

 

Sementara, untuk kasoami biru (kasoami hitam), proses pemmbuatannya
sedikit berbeda. Setelah dikupas dan dicuci, ubi kayu dijemur selama dua
hingga tiga hari agar berkeringat dan berwarna hitam. Kemudian ia
dibuka dan diangin-anginkan selama dua malam dan dikeringkan lagi.
Selanjutnya, tumbuk hingga halus atau diiris tipis-tipis, dan campurkan
dengan air agar menyatu. Lalu remas-remas kasoami hingga melekat menjadi
satu adonan dan baru dikukur hingga matang.

 

Untuk mendapatkan rasa berbeda dari kasoami biasa, tambahkan pula
parutan kelapa tua. Kelapa tua ini akan menambah kelezatan sehingga
kasoami bisa langsung dinikmati meski tanpa lauk pauk.

 

Sedangkan untuk kasoami kasa meha, proses pembuatannya sama dengan kasoami tugi. Hanya saja, sebelum dikukus, oopi
terlebih dahulu diayak. Pada saat yang sama, kacang merahnya direbus
hingga matang. Kemudian keduanya dicampur dan dikukus sampai matang.

 

Secara keseluruhan, kasoami dapat dipadukan dengan macam-macam lauk. Sebut saja ikan bakar, ikan parende, atau roo kau kaudhafa (
sayur kelor yang dicampur dengan jantung pisang serta kelapa setengah
tua yang dicukur dengan menggunakan kulit kerang). (Disarikan dari buku
"Jejak Kuliner Indonesia” karya JNE)
(tty)
Category: KULINER | Added by: budi (20.08.2011)
Views: 1004 | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024