Sejarah Gunung Krakatau
Pada mulanya Pulau Krakatau besar yang biasa kita sebut dengan nama Gunung Krakatau adalah sebuah gunung (Gunung Krakatau purba) yang memiliki ketinggian sekitar 2000 mdpl dengan lingkaran pantainya sekitar 11 km dan radius sekitar 9 km2.Namun ledakan dahsyat yang terjadi sekitar 416 M ini telah menghancurkan tiga perempat tubuh gunung tersebut dan menyisakan tiga pulau besar, yaitu Pulau Sertung, Pulau Rakata, dan Pulau Panjang, serta sebuah kaldera di tengah ketiga pulau tersebut. sebelum tahun 1883 muncullah dua buah gugusan gunung yang bernama Gunung danan dan gunung Perbuatan yang kemudian lam-kelamaan bersatu dengan Pulau rakata dan biasa disebut dengan Gunung Krakatau saja. Pada tahun 1880, yang disebut masa strombolian, aktivitas vulkanis berlangsung selama beberapa bulan, dan Gunung Perbuatan aktif mengeluarkan lava. Setelah periode itu, tidak ada aktivitas vulkanis hingga akhirnya muncul tanda akan adanya letusan pada bulan Mei 1883. Lalu pada tanggal 27 Agustus 1883 Gunung Krakatau meletus. Menurut catatan sejarah yang hingga kini selalu dipromosikan jajaran pariwisata Lampung, Gunung Krakatau meletus sangat dahsyat, menggemparkan dunia. semburan lahar dan abunya mencapai ketinggian 80 km. Sementara abunya mengelilingi bumi selama beberapa tahun. dilihat daru Amerika Utara dan Eropa, saat itu cahaya matahari tampak berwarna biru dan bulan tampak jingga (oranye). Letusan gunung ini menghasilkan debu hebat yang mampu menembus jarak hingga 90 km. Letusan itu pun berdampak terjadinya gelombang laut sampai 40 m vertikal dan telah memakan korban sekitar 36.000 jiwa pada 165 desa baik di Lampung Selatan ataupun pada barat Jawa Barat. Dan karena letusannya itu telah melenyapkan Gunung Danan dan Perbuatan dari muka bumi dan menyisakan tiga pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Sertung, dan Pulau Rakata besar serta sebuahkaldera yang terletak di tengah ketiga pulau tersebut yang berdiameter 7 km. Empat puluh tahun kemudian lahir keajaiban baru. Sekitar tahun 1927 para nelayan yang tengah melaut di Selat Sunda tiba-tiba terkejut. Kepulan asap hitam di permukaan laut menyembul seketika di antara tiga pulau yang ada, yaitu di kaldera bekas letusan sebelumnya yang dahsyat itu. Kemudian pada tanggal 29 desember 1929 sebuah dinding kawah muncul ke permukaan laut yang juga sebagai sumber erupsi. Hanya dua tahun setelah misteri kepulan asap di laut itu, kemudian muncullah benda aneh. "Wajah" asli benda aneh itu makin hari makin jelas dan ternyata itulah yang belakangan disebut Gunung Anak Krakatau. Tapi misteri Gunung Anak Krakatau tidak sampai di situ. Gunung ini memiliki keunikan tersendiri, sebab gunung ini selalu menambahkan ketinggiannya sekitar satu senti tiap harinya. Gunung Anak Krakatau yang semula hanya beberapa meter saja, sekarang sudah dapat mencapai 230 mdpl dan sejak munculnya pada tahun1927. Gunung ini tercatat telah meletus sekitar 16 kali sejak Desember 1927 sampai Agustus 1930 dan 43 kali sejak 1931-1960 dan 13 kali sejak 1961-tahun 2000. |
Indonesia adalah Laboratorium Alam Raksasa
Di mata seorang ahli geologi, Indonesia ibaratnya adalah sebuah massa yang mengapung (floating mass) di kerak Bumi, di kepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu lempeng ini akan menunjam bumi Indonesia dan menggetarkan lapisan tanah dalam bentuk gempa bumi. Penunjaman lempeng tektonik juga dapat menghasilkan tsunami, seperti apa yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara baru-baru ini. Ketiga lempeng tektonik yang mengepung Indonesia ini secara perlahan-lahan bergerak terus-menerus dengan kisaran 6 cm per tahun tanpa ada yang bisa menghentikannya, kecuali Tuhan. Kalau ketiganya menunjam bersama-sama, ya habislah Indonesia. Selain oleh lempeng tektonik, tsunami juga bisa dihasilkan dari runtuhnya kepundan gunung api di laut yang meletus, seperti Gunung Krakatau yang meletus tahun 1883 dan menewaskan 36.000 penduduk Lampung dan Anyer (Banten). Selama tiga minggu dunia dibuat gelap karena abu Gunung Krakatau menyelimuti Bumi.
Indonesia yang kaya dengan gunung berapi (240 menurut data lama) dan 70 di antaranya masih aktif juga merupakan rangkaian "busur api" yang dikenal sebagai The Pacific Ring of Fire, dimulai dari Kamchatka Alaska, Jepang, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Flores, Sulawesi, kemudian berlanjut ke Filipina. Dikarenakan rentannya kerak bumi Indonesia ini terhadap pergerakan lempeng tektonik dan busur gunung api, maka penelitian ilmu kebumian di bidang ini merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar maupun ditunda-tunda lagi. Penelitian ini didukung dan diuntungkan oleh penginderaan satelit-satelit asing yang setiap menit melalui Indonesia, dan dapat memberikan informasi yang akurat. Sudah waktunya Indonesia sekarang membangun research and development (R&D) yang canggih dan tangguh, mampu menyelamatkan jiwa dan aset negara sebelum malapetaka terjadi.
Berkaitan dengan penelitian ilmu kebumian ini, sebaiknya presiden menunjuk Departemen Riset dan Teknologi sebagai koordinator pelaksana (executing agency). Di bawahnya bernaung unit-unit penelitian, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), serta unit-unit penelitian dari departemen teknis, seperti Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral maupun universitas-universitas.
Bagaimanapun penelitian semacam ini membutuhkan dana yang besar. Namun, soal ini bisa diatasi dengan menjalin kerja sama dengan negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Perancis, dan lembaga-lembaga donor internasional seperti Bank Dunia atau IMF. Mereka selalu siap dengan dana yang dibutuhkan. Namun, persoalan pokok sebenarnya ada pada diri kita sendiri. Kita ini adalah bangsa yang paling pintar membuat perencanaan yang muluk-muluk, tetapi tak mampu melaksanakan implementasinya. Terlebih jika perencanaan ini dimaknai sebagai proyek, dengan seketika tujuan dilupakan dan yang terjadi adalah "rebutan" tentang siapa yang berwenang membuat usulan. Untuk menghindari hal itu, Kementerian Riset dan Teknologi perlu membentuk tim inti yang terdiri dari para pakar, baik dari lembaga-lembaga penelitian, universitas maupun departemen teknis untuk membuat usulan jangka pendek, menengah, dan panjang. Proyek jangka pendek dan menengah termasuk pembentukan lembaga non-departemen di bawah presiden. Lembaga bentukan inilah yang nantinya diharapkan mampu membuat usulan proyek yang mencakup tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Sasaran-sasaran ini antara lain mencakup pengiriman tenaga-tenaga ahli yang muda dan pandai ke luar negeri untuk mendapat pendidikan formal maupun job training. Kemudian meletakkan District Early Warning System di tempat-tempat rawan, seperti Aceh, Nabire, Alor, dan Bengkulu. Alat-alat pendeteksi gempa terbaru harus dipasang di daerah-daerah tersebut dan dipantau setiap hari oleh petugas teknis yang berada di daerah tersebut, yang lalu mengirimkannya ke pusat untuk diolah dan dianalisis lebih lanjut oleh para pakar yang memang ahli di bidangnya. SELAIN bermanfaat untuk mendeteksi terjadinya gempa dan tsunami di suatu daerah, alat itu juga berguna untuk membantu perencanaan pembangunan gedung dan fasilitas fisik lainnya berkaitan kemungkinan labilnya lempeng bumi di daerah tersebut. Kerusakan pabrik Semen Andalas di Lhok Nga (Kompas, 3/1) telah mengingatkan kita, agar pada studi kelayakan sebuah proyek industri perlu ada bab mengenai seismologi daerah di mana pabrik akan dibangun, apalagi kalau menyangkut industrial estate. Sudah waktunya kita membangun dengan konsep pembangunan yang matang, komprehensif, dan berguna bagi generasi yang akan datang. Sebuah sistem informasi juga harus dikembangkan pada tahap awal ini. Sistem informasi ini merupakan jalinan kerja sama yang melibatkan unit-unit media, seperti televisi, koran, dan radio. Lewat media massa ini bisa dikabarkan dan divisualisasikan perkembangan pergerakan lempeng-lempeng Bumi yang berpotensi mengakibatkan gempa dan tsunami. Selain itu, juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai apa sebenarnya gempa dan tsunami itu.
Banyak visualisasi gambar-gambar, proses pembentukan lempeng tektonik atau lahirnya sebuah gunung api yang dapat diperoleh dari saluran National Geographic atau Discovery. Bahkan, perilaku hewan sebelum terjadi gempa juga bisa diperlihatkan di film. Kita lebih baik menonton tayangan televisi yang bermanfaat, edukatif, dan dapat membimbing kita untuk melakukan tindakan pencegahan ketimbang menonton televisi-televisi swasta kita yang hampir semuanya lebih banyak menyiarkan acara hiburan
Kendarsi Roeslan Geolog Angkatan '54, IT
|