VIVAnews - Kacamata canggih besutan Google, Google
Glass, memang belum dirilis secara komersial ke publik dalam waktu
dekat. Saat ini, Google masih melakukan pemantapan aplikasi dan fungsi
perangkat pintarnya itu.
Namun, Google mengaku sudah
mengantisipasi penyalahgunaan Google Glass yang melanggar privasi orang
lain. Misalnya, saat akan mengambil gambar, pengguna Google Glass harus
memberikan perintah suara dan atau mengetuk perangkat, agar
memberitahukan kepada orang sekitar apa yang sedang dilakukan pengguna
Google Glass.
Beberapa waktu lalu,
NPR, 21 Juli 2013 melansir, Google telah melarang aplikasi kontroversial yang berjalan di kacamata itu. Misalnya,
aplikasi porno maupun fitur pengenalan wajah.
Larangan
pengenalan wajah ini diberlakukan menyusul seorang peretas muda usia 24
tahun, Stephen Balaban, yang merilis fitur pengenalan wajah itu.
Balaban
menggawangi startup Lambda Labs menciptakan fitur kontroversial itu.
Dalam keterangan resminya, Google menjelaskan tidak akan menyertakan
fitur pengenalan wajah tanpa perlindungan privasi yang ketat.
Stephen Balaban. (Business Insider) Akomodir kekecewaan Business Insider melaporkan, tentu saja banyak peminat Google Glass yang kecewa dan memprotesnya melalui kicauan di Twitter.
Merespons
kekecewaan itu, Lambda Labs berjanji akan tetap membiarkan pengguna
menikmati fitur pengenalan wajah tanpa pengendalian Google.
"Jangan
khawatir, kami berpikir fitur itu adalah fitur penting. Google akan
mengizinkan itu atau menggantinya dengan sesuatu yang sedang
dikerjakan," balas Lambda Labs dalam kicauannya.
Balaban punya
alasan lain. "Pada dasarnya, apa yang saya kembangkan adalah sistem
operasi alternatif yang berjalan pada Google Glass. Tapi, itu di luar
kontrol Google," jelasnya.
Balaban mengatakan ingin pengguna
Google Glass bisa semaksimal mungkin digunakan untuk segala macam hal,
yang tidak ada dalam pikiran
desainer Google.
Sementara
itu, pengembang lain Michael DiGiovanni menciptakan Winky, program yang
memungkinkan pengguna Glass mengambil foto dalam sekejap mata.
Sebelum dirilis ke publik, Google memang sengaja memberikan Google Glass ke peretas maupun ke para pengguna yang tidak punya
skill (tinkerer).
"Dalam
kasus produk yang Anda miliki sangat berbeda dengan apa yang ada di
pasar, Anda perlu menguji apa isu sosial dan teknis sebelum produk
dirilis," ujar Thad Starner, profesor ilmu komputer di Georgia Tech yang
juga manajer di Google Glass. (sj)