REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Ulama
Indonesia (MUI) meminta semua pihak untuk berkepala dingin dalam
menyikapi pengesahan UU Zakat yang baru. Kalau memang tidak puas dengan
pengesahan tersebut sebaiknya menggunakan jalur judicial review sehingga
umat tidak dirugikan.
Ketua MUI Ma'ruf Amin menilai UU Zakat
merupakan produk hukum yang harus dihargai. Kalau memang diperlukan, MUI
akan memberikan pendapatnya soal UU Zakat tersebut. "Saya kira,
hormatilah produk UU itu, nanti MUI akan berikan rekomendasinya," kata
Ma'ruf kepada Republika.co.id, Selasa (8/11).
Untuk itu,
lanjut dia, MUI akan mempelajari mengapa terjadi penolakan. Kalau
memang penolakan itu memiliki dasar yang kuat, dan memiliki nilai
maslahat bagi umat, maka MUI akan mendukung sepenuhnya dilakukan
judicial review.
Undang-Undang Zakat yang baru saja
diparipurnakan DPR, Kamis (27/10), dinilai akan menyulitkan umat Islam
untuk melaksanakan rukun Islam yang keempat. UU ini mewajibkan
pembayaran zakat harus kepada amil dari lembaga amil zakat yang
terdaftar.
Pasal 38 undang-undang tersebut menyebutkan setiap
orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat, yaitu
mengumpulkan, mendistribusikan, atau mendayagunakan zakat, tanpa izin
pejabat yang berwenang.
Pejabat tersebut berasal dari Badan Amil
Zakat Nasional (Baznas), dan lembaga amil zakat milik Ormas, serta
lembaga amil zakat yang berafiliasi kepada Baznas. Jika mengabaikan hal
itu, maka yang bersangkutan terancam denda Rp 50 juta atau kurungan
penjara selama satu tahun, sebagaimana diatur dalam pasal 41.