REPUBLIKA.CO.ID, Kaum Muslimin merasa gembira
sekali akan karunia yang telah diberikan Tuhan itu. Mereka tinggal
menunggu pembagian rampasan perang dan dengan itu mereka kembali pulang.
Akan tetapi Rasulullah menginginkan suatu kemenangan yang lebih
cemerlang lagi.
Jika Malik bin Auf yang telah mengerahkan
orang-orang, kemudian setelah mengalami kekalahan mencari perlindungan
pada pihak Tsaqif di Ta'if, maka pihak Muslimin dapat mengepung Ta'if
lebih ketat lagi. Begitulah cara menghadapi Khaibar setelah Perang Uhud,
dan terhadap Quraizah setelah Khandaq.
Mungkin suasana ini
mengingatkan Rasulullah ketika beberapa tahun sebelum Hijrah, beliau
pergi ke Ta'if, mendakwahkan Islam kepada penduduk kota itu. Tetapi
beliau malah dicemooh, dan anak-anak melemparinya dengan batu.
Sehingga
beliau terpaksa berlindung di sebuah kebun anggur. Kini Rasulullah
berangkat menuju Ta'if dengan sebuah rombongan Muslimin, dengan jumlah
yang belum pernah disaksikan sepanjang sejarah jazirah itu.
Rasulullah
memerintahkan pasukan Muslimin mengepung Tsaqif yang dipimpin oleh
Malik bin Auf. Ta'if adalah sebuah kota yang sangat kokoh, tertutup
rapat oleh pintu-pintu gerbang seperti kebanyakan kota-kota negeri Arab
ketika itu. Penduduk kota ini sudah punya pengetahuan dalam soal
kepung-mengepung dalam peperangan dan mempunyai kekayaan yang cukup
besar pula untuk membuat perbentengan yang kuat.
Ketika kaum
Muslimin telah sampai di Ta'if, Nabi memerintahkan pasukannya berhenti
dan bermarkas di dekat kota itu. Sahabat-sahabat dikumpulkan untuk
diajak berunding tentang apa yang akan harus dilakukan.
Namun
begitu pihak Tsaqif melihat kaum Muslimin dari atas perbentengan, mereka
menghujankan serangan panah. Sehingga tidak sedikit pihak Muslimin yang
terbunuh. Dan tidak pula mudah bagi Muslimin untuk menyerbu
benteng-benteng yang sangat kokoh itu.
Rasulullah SAW
memerintahkan agar markas dipindahkan jauh dari sasaran panah, ke sebuah
tempat—yang kemudian setelah Ta'if menyerah dan menerima
Islam—dibangunnya masjid Ta'if. Anak panah Tsaqif telah menewaskan 18
orang Islam, dan tidak sedikit pula yang telah mendapat luka-luka, di
antaranya salah seorang anak Abu Bakar.
Disamping tempat itu,
dipasang pula dua buah kemah dari kulit berwarna merah untuk tempat
tinggal kedua istri Nabi—Ummu Salamah dan Zainab—yang sejak beliau
meninggalkan Madinah, ikut bersama-sama dalam perjalanan menghadapi
peristiwa-peristiwa itu. Di antara kedua kemah inilah Rasulullah
melakukan shalat.
Setelah pengepungan selama sebulan penuh tanpa
hasil, akhirnya Rasulullah memutuskan pengepungan dihentikan. Ketika
itu bulan Dzulhijjah, Rasulullah dan pasukannya kembali hendak melakukan
umrah.
Selanjutnya Rasulullah pun berangkat dari Ji'ranah
menuju Makkah, hendak menunaikan umrah. Selesai melakukan umrah, beliau
menunjuk Attab bin Asid sebagai tenaga pengajar untuk Makkah dengan
didampingi oleh Mu'adz bin Jabal untuk mengajar orang-orang memperdalam
agama dan mengajarkan Alquran.
Rasulullah SAW kembali pulang ke
Madinah bersama orang-orang Anshar dan Muhajirin. Sementara itu, lahir
pula anaknya yang diberinama Ibrahim. Dan selama beberapa waktu itu,
setelah sedikit merasakan ketenangan hidup, beliau pun harus
bersiap-siap pula menghadapi Perang Tabuk di Syam.