Site menu |
|
|
Section categories |
|
|
DETIK |
|
|
Statistics |
Total online: 5 Guests: 5 Users: 0 |
|
|
| | |
|
Ponpes Waria Tak Masalahkan Kelamin Santri
"Untuk mencari surga tak terbatas jenis kelamin dan pakaian." Sabtu, 6 Agustus 2011, 13:10 WIB Bayu Galih Pondok Pesantren Khusus Waria di Yogyakarta (VIVAnews/Erick Tanjung) BERITA TERKAIT
1.811 Bus Angkutan Lebaran Diuji Kelaikan Kisah Mbah Bolong, Lihat Mekah dari Surabaya Menunggu Berbuka Puasa di Taman Kota Langgar Pertama KH Ahmad Dahlan Tarawih Pertama di Tatarstan, Rusia
VIVAnews - Ada yang berbeda dengan Pondok Pesantren Senin-Kamis di kampung Notoyudan, kelurahan Pringgokusuman, kecamatan Gedongtengen, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika selama ini pesantren identik dengan diterapkannya aturan Islam secara ketat dalam pembatasan pergaulan laki-laki dan perempuan, maka Ponpes Senin-Kamis seakan tidak mempermasalahkan mengenai jenis kelamin.
Ya, Pondok Pesantren Senin-Kamis ini menjadi unik karena merupakan pesantren khusus waria. Karena itu santri pun dibebaskan untuk 'memilih' sebagai laki-laki atau perempuan, termasuk dalam hal beribadah.
"Di sini disediakan kain sarung dan mukena untuk salat. Terserah mereka, nyamannya beribadah pakai apa, bebas (untuk memilih menggunakan sarung dan perangkat salat laki-laki atau mukena ala perempuan)," kata Mariani, waria sekaligus pemilik Ponpes, saat berbincang dengan VIVAnews.com di Ponpes Senin-Kamis yang juga merupakan tempat tinggalnya, Yogyakarta, Sabtu, 6 Agustus 2011.
Berawal dari 10 orang waria, pesantren ini berdiri pertama kali pada Juli 2008. Sekarang sudah ada 25 orang waria yang bergabung di ponpes itu untuk menjadi santri.
"Di sini kami mengajarkan teman-teman (waria) untuk beribadah," tutur Mariani. "Karena orang beribadah itu kan untuk cari surga (menghadap Tuhan). Untuk mencari surga tak terbatas jenis kelamin dan pakaian. Yang bisa dijamin masuk surga itu adalah yang bertakwa pada Allah SWT," lanjutnya.
Waria 51 tahun yang keseharian pakai baju kurung dan berkerudung ini memperdebatkan, belum tentu benar anggapan bahwa waria tidak bisa masuk surga dan ditolak Tuhan. "Maka dari itu jenis kelamin laki-laki, perempuan, atau waria, belum jadi jaminan untuk masuk surga," ujarnya.
Ia menjelaskan, waria yang belajar beribadah di pesantrennya terdiri dari berbagai daerah. Ada yang dari Medan, Padang, Mataram, Surabaya, Tasik Malaya dan Jogja. Mereka semua kos di kota gudeg tersebut.
"Terdapat 225 waria yang ada di DIY, namun yang terdaftar di IWAYO atau Ikatan Waria Yogyakarta (organisasi waria) 120, sedangkan yang masuk ponpes hanya 25 orang," ungkapnya.
Sementara itu, keseharian para waria tersebut, ada yang ngamen, ada yang keluar malam, ada punya usaha sendiri, bekerja di LSM, buka salon dan lainnya.
"Biaya ponpes ini dari biaya saya sendiri, yaitu dari salon (salon Ariani yang terletak diponpes). Jadi tidak ada dari mana-mana," jelasnya.
Mariani mengaku kesulitan mengajak teman-teman sesama waria untuk beribadah di ponpes. "Waria itu kalau diajak untuk beribadah sulit," keluhnya. "Jadi disini tidak ada paksaan dan tidak dipungut biaya sepersen pun."
Meski demikian, sekarang banyak dari mereka yang belajar di ponpes tersebut sudah tidak keluar malam lagi. "Sekarang mereka sudah bisa rias penganten keliling," terangnya. Laporan: Erick Tanjung | DIY (adi)
|
Category: Agama | Added by: budi (06.08.2011)
|
Views: 1081
| Rating: 0.0/0 |
| |
| | |
|
Login form |
|
|
KOMENTAR |
|
|
OLAHRAGA |
|
|
BERITA TERKINI |
|
|
|