Main
 
BUDI SANTOSOSunday, 19.05.2024, 3:13:24 AM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
Berita Teknologi
berita tentang komputer
Kesehatan
Agama
Artikel tentang Agama
Olahraga
Olahraga
OTOMOTIF
OTOMOTIF
Entertainment
Entertainment
Informasi Umum
Informasi Umum
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
KULINER
SERBA-SERBI KULINER
GADGET
KOMPUTER/HP

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » Articles » Agama

Kisah Ibu dan Anak yang Sama-sama Mencari 'Tuhan' dan Menemukannya dalam Islam
Kisah Ibu dan Anak yang Sama-sama Mencari 'Tuhan' dan Menemukannya dalam Islam

Aisha dan Phildel
REPUBLIKA.CO.ID, DUBLIN - Biasanya di Barat,
adalah anak dan bukan orang tuanya yang menjadi mualaf. Tidak demikian
dengan Aisha dan Phildel, anaknya. Aisha, keturunan Irlandia, suatu hari
memutuskan bahwa dia harus memeluk Islam apapun resikonya. termasuk,
kemungkinan akan membuat Phildel, putri semata wayangnya, kecewa.


Di sisi lain, Phildel merasakan hal yang sama. Pencariannya tentang Tuhan, berujung pada Islam. Berikut kisah keduanya:


Aisha:
Aku dilahirkan dalam sebuah keluarga Katolik Roma di Dublin pada tahun
1960-an. Sementara Dublin tampak seolah 'terjebak' di abad ke-19, tepat
di seberang Laut Irlandia budaya hippie tumbuh subur di London. Sebagai
seorang anak, saya bertanya banyak pertanyaan selama pendidikan di
sekolah biara. Diskusi agama selain Katolik Roma atau "kejahatan
Protestantisme" benar-benar tidak ada.

Pada usia 16 tahun aku
meninggalkan Dublin dan datang ke London. Aku larut dalam kebiasaan anak
muda  yang 'normal' di kota itu: melakukan kunjungan rutin ke pub dan
klub. Tapi aku melihat teman-temanku selalu depresi.

usia 20-an
tahun, aku memutuskan menikah dan melahirkan putri pertamayang jelita,
Phildel. Aku sangat senang tetapi sering merasa seperti sebuah pasak
persegi di lubang bundar; seolah-olah aku masih belum menemukan tempat
yang tepat bagiku.

Suatu hari aku berbicara dengan seorang wanita
mengenakan jilbab. Dia bilang dirinya Muslim dan itu adalah pertama
kalinya aku pernah mendengar kata itu. Pada perkembangan berikutnya, di
tempat kerja, saya mengenal beberapa Muslim dan mereka mulai bercerita
lebih banyak tentang Islam.

Suatu malam aku menemukan diriku
berjalan di jalanan dengan Phildel di bawah hujan dan tak tahu harus
kemana, setelah bertengkar hebat dengan suamiku dan kami diusir. Aku
ingat mengangkat mataku ke langit dan memohon pada Tuhan untuk
membantuku entah bagaimana atau memberiku suatu pertanda kalau Dia ada.
Entah bagaimana caranya, kami sampai di sebuah rumah yang ternayata
milik perempuan berjilbab yang pertama kali aku mengenal Islam darinya!

Setelah
menemukan rumah sendiri, aku mulai belajar Islam. Lama aku
mempelajarinya, sebelum akhirnya yakin, Islamlah agama yang pas buatku.
Phildel membuatku maju-mundur untuk bersyahadat, namun akhirnya aku
kuatkan hati dan menjadi Muslim. Aku kini sudah menikah lagi dengan pria
Muslim dan memiliki seorang anak dengannya, Amina namanya.

Phildel,
yang aku besarkan sebagai seorang Katolik Roma sampai perceraianku,
tanpa aku sadari sangat antusias tentang Islam dan mengatakan syahadat
sendiri. Dia kemudian memilih nama Zara. Phildel kini memilih tinggal
dengan ayahnya.


Phildel: ibuku dan aku
sangat dekat, tidak ada seorang pun di dunia ini yang aku cintai selain
dia. Pada tahun-tahun menjelang perceraian orang tuaku, kami
menghabiskan lebih banyak waktu di sekitar keluarga Muslim.

Setelah
perceraian kehidupan kami menjadi semakin sulit; pernikahan orang tuaku
mencapai titik yang paling bergolak dan aku lebih dari lega ketika
seluruh cobaan berat itu berakhir. Aku menandai perubahan yang positif
dalam diri ibu dan ayah saya segera setelah mereka berpisah. Saya pikir
sekitar waktu ini ibu saya mengalami pengalaman yang membangkitkan
semangat luar biasa di rumah seorang teman dan kemudian menjadi seorang
Muslim.

Aku? Meskipun aku tidak pernah dipaksa untuk menjadi
seorang Muslim, saya menyadari langkahku menjadi Muslim adalah hasil
pengaruh lingkungan. Aku tumbuh di sekitar keluarga Muslim, maka secara
tak langsung pikiranku ternegaruh. Itulah sebabnya, setelah bersyahadat,
aku sempat kembali ke agama lama; hanya untuk meyakinkanku agama apa
sebetulnya yang dipilih hatiku.

Kini aku tinggal terpisah dari
ibu - aku tinggal bersama ayah kandungku - dan berpikir Islam adalah
agama yang indah. Aku senang membantu di masjid dan berbicara dengan
saudara-saudara Muslimku. Kurasa aku hanya ingin mengalami sesuatu yang
membuatku tahu ini adalah arah yang perlu aku ambil, arah yang benar,
yaitu menjadi Muslim.

Jadi sampai sekarang aku masih belajar.



Redaktur: Siwi Tri Puji B

Sumber: Emel



STMIK AMIKOM
Category: Agama | Added by: budi (01.10.2011)
Views: 685 | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024