Main
 
BUDI SANTOSOSaturday, 27.04.2024, 10:31:02 AM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » 2011 » November » 11 » Ahmad Arif Masihkah Ada Pahlawan Bagi Indonesia?
8:44:11 AM
Ahmad Arif Masihkah Ada Pahlawan Bagi Indonesia?










Hari ini, sepuluh November, setiap tahunnya, didedikasikan
untuk mengenang jasa para pahlawan di seluruh Indonesia atas perjuangan
dan pengorbanan mereka dalam merebut kemerdekaan dari para kolonialis,
dan juga untuk mereka yang telah berkontribusi dalam proses pembangunan
pascakemerdekaan.
 
Beragam acara dan seremoni dibuat, tapi
jamaknya adalah upacara dan mengheningkan cipta dilanjutkan dengan tabur
bunga saat ziarah ke makam-makam pahlawan. Namun, bagi tulang belulang
yang berserakan di makam itu, apakah makna yang kita berikan kepada
mereka?
 
Ataukah tak ada lagi perempuan di negeri ini yang mampu
melahirkan orang-orang seperti mereka? Sama halnya dengan perempuan Arab
yang tidak mampu lagi melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid?

Ataukah
tak lagi ada ibu yang mau, seperti kata Taufik Ismail di tahun 1966,
"Merelakan kalian pergi berdemonstrasi, karena kalian pergi
menyempurnakan, kemerdekaan negeri ini.” Ataukah, seperti kata Sayyid
Quthub, "Kau mulai jemu berjuang, lalu kau tanggalkan senjata dari
bahumu?”
Kemiskinan Berkelanjutan

Badan Pusat Statistik (BPS)
melansir bahwa pada 2010 sekitar 31 juta jiwa penduduk masih dalam
keadaan miskin (13.33 persen). Hal baiknya adalah jumlah ini menurun
dibandingkan 2009 yang mencapai 32,5 juta jiwa (14,15 persen). Namun,
hal buruknya justru terletak pada aspek fundamental, yaitu perbedaan
indikator kemiskinan.

World Bank melansir bahwa seseorang
dikatakan miskin ketika tidak sanggup memenuhi kebutuhan kalori standar
untuk tubuhnya (2.000-2.500 kalori per hari), di mana jika dikonversi ke
dalam dolar, dibutuhkan minimal satu dolar AS per hari atau 30 dolar AS
per bulan (sekitar Rp 270 ribu).

Namun, BPS menggunakan
indikator lebih rendah, yaitu Rp 211.726 per kapita per bulan. Belum
lagi masalah perhitungan lain, di mana seseorang yang telah bekerja
sudah tidak dianggap miskin. Padahal, bekerja bukan jaminan semua
kebutuhannya terpenuhi.

Terlepas dari perbedaan indikator
kemiskinan tersebut, satu hal yang pasti bahwa 32,5 juta jiwa dari total
warga Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini adalah miskin.
Padahal, dunia pun mengakui, negeri ini merupakan wilayah dengan potensi
sumber daya alam yang melimpah. Dus, wajar sekali jika kita bertanya,
tidak adakah korelasi positif-konstruktif antara keberlimpahan sumber
daya alam dengan kesejahteraan rakyat negeri zamrud khatulistiwa ini?

Kemiskinan
merupakan persoalan asasi yang multikompleks, tentu sangat mengganggu
laju pembangunan negara ini pasca sentralisasi pemangunan berkepanjangan
selama rezim orde baru plus pembangunan setengah hati oleh rezim
reformasi, terutama selama kepemimpinan Pak Beye yang lebih mengutamakan
penguatan citra diri sendiri.

Karenanya, urgently required
(sangat dibutuhkan) pahlawan -dalam artian yang luas- untuk Indonesia
kontemporer. Masih adakah mereka para pahlawan itu saat ini? Seperti
apakah criteria utama mereka? Siapa yang bisa mereposisi Bung Tomo,
Soekarno, Hatta, HAMKA, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Malahayati, dan
sederetan pahlawan nasional lainnya?

Kriteria Utama Kepahlawanan

Dalam
Mencari Pahlawan Indonesia (2004), M Anis Matta menjelaskan secara
gamblang dan panjang lebar tentang pelbagai karakter yang harus dimiliki
oleh seorang pahlawan. Namun bagi penulis, paling tidak ada tujuh
criteria utama kepahlawanan berikut ini.

Pertama,
pekerjaan-pekerjaan besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh
mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Itulah sebabnya kita menyebut
para pahlawan itu orang-orang besar walau berfisik kecil atau bahkah
tidak sempurna (cacat). Karena itu pula mereka selalu muncul di
saat-saat sulit atau sengaja (Allah) lahir (kan mereka) di tengah
situasi sulit. Namun mereka bukanlah kiriman gratis dari langit.

Kedua,
pahlawan sejati selalu merupakan seorang pemberani sejati.
Pekerjaan/tantangan besar selalu membutuhkan keberanian yang sama
besarnya sebab selalu ada resiko besar di dalamnya. Keberanian itu
fitrah tertanam pada diri seseorang atau diperoleh melalui latihan.
Namun keduanya selalu berpijak kuat pada keyakinan dan cinta yang kuat
terhadap prinsip dan jalan hidup, kepercayaan pada hari akhirat dan
kerinduan yang menderu-deru untuk bertemuNya. Semua itu adalah mata air
yang mengalirkan keberanian dalam jiwa seorang mukmin.

Ketiga,
tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran paripurna. Keberanian
merupakan aspek ekspansif dari kepahlawanan sementara kesabaran adalah
aspek defensifnya. Kesabaran adalah daya tahan psikologis yang
menentukan sejauh apa seorang pahlawan mampu membawa beban idealisme
kepahlawanan. Kesabaran ibarat wanita yang melahirkan banyak sifat
lainnya; santun, lembut, jujur, amanah, kesungguhan, kesinambungan dalam
bekerja dan yang paling penting adalah ketenangan.

Keempat,
seseorang disebut pahlawan karena kebaikan dan kekuatannya jauh
mengalahkan sisi keburukan dan kelemahannya. Tetapi kebaikan dan
kekuatan itu bukanlah untuk dirinya sendiri, melainkan untuk kehidupan
masyarakat. Itulah sebabnya tidak semua orang baik dan kuat menjadi
pahlawan yang dikenang dalam memori kolektif /sejarah.

Nilai
sosial setiap pahlawan itu berbanding lurus dengan kadar manfaat yang
dirasakan masyarakat dari keseluruhan performance kepribadiannya. Dus,
hadirnya pahlawan sejati yang tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri
tetapi hidup dan mengorbankan semua yang dimilikinya bagi orang lain dan
agamanya merupakan jawaban tuntas dari pertanyaan "Apakah yang
dibutuhkan untuk menegakkan syariat (baca; hukum) dalam realitas
kehidupan?”

Kelima, kompetisi. Pahlawan mukmin sejati tidak akan
membuang energi mereka untuk memikirkan seperti apa dia akan
ditempatkan dalam sejarah manusia. Melainkan bagaimana meraih posisi
terhormat di sisiNya, itulah cita-cita sejatinya. Itulah ambisi yang
sebenarnya, ambisi yang disyariatkan, ambisi yang melahirkan semangat
kompetisi yang tidak bertepi. Adapun indicator yang digunakan untuk
menilai kompetisi itu adalah keterpaduan yang harmonis antara waktu
(kecepatan), kualitas, kuantitas dan manfaat social dari tiap pekerjaan
yang dilakukan.

Keenam, filosofi yang solid. Tindakan
kepahlawanan selalu lahir dari pikiran kepahlawanan. Orang yang tidak
mempunyai pikiran-pikiran besar tidak akan pernah terarahkan untuk
melakukan tindakan-tindakan kepahlwanan. Filosofi membicarakan harapan,
arti kehormatan, sumber motivasi, apa yang disukai dan atau dibenci,
proses pemaknaan terhadap sesuatu, fungsi keterampilan kepribadian dan
seterusnya.
 
Ketujuh, optimisme yang merupakan titik tengah
antara idealisme yang tidak realistis dengan realism yang terlalu
pragmatis. Pahlawan mukmin sejati percaya bahwa bekerja saja merupakan
suatu kemenangan; atas rasa takut, sifat pengecut, cinta dunia dan atas
diri sendiri. Adapun hasil, bahwa mereka gugur dalam proses pekerjaan
itu atau masih sempat menikmatinya, semua itu diserahkan kepadaNya. Dari
keyakinan seperti inilah lahir optimisme yang solid.

Akhirnya,
perlu ditegaskan di sini bahwa semua kita –orang biasa- bisa menjadi
pahlawan untuk negeri ini. Orang-orang biasa yang melakukan pekerjaan
besar itulah yang dibutuhkan di saat krisis. Bukan orang yang tampak
besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil lalu menulisnya dalam
autobiografinya.

Para pahlawan bukan untuk dikagumi, tapi untuk
diteladani. Karena itu, makna-makna yang melatari tindakan mereka yang
perlu dihadirkan ke dalam kesadaran kita. Di masa pembangunan ini, tuan
hidup kembali, dan bara kagum menjadi api….. (Chairil Anwar)

Ahmad Arif
Penulis
adalah mantan pengurus pusat IMAPA (Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh)
Jakarta. Delegasi khusus pemuda Aceh sekaligus panelist speaker dalam
"1st Conference On Cultural Cooperation Among The Muslim Youth”, Bursa –
Turki, 2005

Category: SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN | Views: 1150 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar
«  November 2011  »
SuMoTuWeThFrSa
  12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024