Main
 
BUDI SANTOSOTuesday, 21.05.2024, 0:12:58 AM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
SERIAL NUMBER/CRACK SOFTWARE
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
Berita Teknologi
berita tentang komputer
Kesehatan
Agama
Artikel tentang Agama
Olahraga
Olahraga
OTOMOTIF
OTOMOTIF
Entertainment
Entertainment
Informasi Umum
Informasi Umum
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN UMUM
KULINER
SERBA-SERBI KULINER
GADGET
KOMPUTER/HP

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » Articles » Informasi Umum

Mimpi Jembatan Selat Malaka Menghubungkan Malaysia dan Indonesia, bernilai Rp114 trililun. Siapa yang untung?





Desain Jembatan Selat Malaka (Strait of Malacca Partners Sdn. Bhd.)









VIVAnews – Dari daratan Dumai, Riau, pulau itu
tampak mengapung seperti segugus gerumbul hijau. Tak begitu jauh, hanya
dua puluh menit dengan kapal feri, pulau itu terjangkau sudah. Inilah
Rupat, pulau terluar Indonesia, yang menghadap Selat Malaka.

Jangan
menyesal bila tiba di sana tatkala hujan turun deras. Tak semua jalan
diaspal. Kendaraan akan disergap jalanan berlumpur, dan bahkan kubangan.
Seperti menegaskan nasib banyak pulau terluar di republik ini,
infrastruktur di Rupat boleh dibilang payah.

Pulau itu berada di
wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis, salah satu daerah kaya dengan
APBD sekitar Rp 3,1 triliun pada 2011. Tapi di Rupat, duit itu seperti
tak deras mengalir. Sejumlah pojok pulau malah terisolir.

Dari Dumai, titik terdekat ke Rupat Selatan, memang hanya perlu ditempuh kurang setengah jam saja memakai feri roll-on roll-off
(roro). Dari Rupat Selatan ke Rupat Utara butuh waktu tiga jam pakai
sepeda motor. Tentu, itu kalau hujan tak turun. Soalnya, tak semua jalur
darat dari utara ke selatan jalannya beraspal.

Dengan empat
pelabuhan kecil--satu di Rupat Selatan, sisanya pelabuhan rakyat di
utara, pulau itu terhubung dengan Bengkalis atau Dumai. Tak ada
fasilitas bongkar muat kapal di pulau itu. Pelabuhan internasional hanya
di Kota Dumai. "Pelabuhan di Rupat Utara hanya pelabuhan rakyat
antarpulau saja," ujar Camat Rupat, Agus Syofian kepada VIVAnews.com,
Jumat 11 Oktober 2011.


Begitulah. Tapi Rupat yang nyaris tak pernah dihitung itu kini
mendadak tenar. Ada kabar dari Malaysia, satu jembatan spektakuler akan
mengangkangi Selat Malaka. Dari Telok Gong, Malaka, Malaysia, jembatan
itu ditarik sampai ke Pulau Rupat. Selat Malaka yang padat dilalui
kapal-kapal dagang itu mengalir di bawahnya. Tak hanya itu, dari Rupat
ke Dumai pun akan dibangun pula jembatan.

Tentu, semua bersorak gembira. Mimpi jembatan megah itu pun dimulai.

Hanya sekadar survei?

"Ini
adalah hal penting,” ujar Gubernur Riau HM Rusli Zainal menanggapi ide
negeri jiran membangun jembatan itu. Baginya, bila proyek ini berjalan,
Riau akan menjadi pintu masuk Malaysia.  Rusli sadar, bila akses
infrastruktur selama ini menjadi kendala pertumbuhan ekonomi. Tanpa
infrastruktur yang baik, pertumbuhan ekonomi tak bakal tercapai.

Camat
Rupat Utara Agus Sofyan mengatakan, kalau akses dibuka, seperti
jembatan Selat Malaka, tentu bisa mendongkrak pembangunan dan ekonomi 4
ribu warga di Pulau Rupat Utara.  "Permasalahan utama itu adalah akses,"
ujar Agus.

Lihat saja, ketika akses Rupat Utara ke Rupat Selatan
dan Dumai sudah mulai membaik, warga tak lagi belanja ke Malaysia.
Semua kebutuhan dipasok dari Dumai. Harga bisa lebih murah. Jadi
infrastruktur jalan sangat mereka butuhkan. Termasuk listrik, dan air
bersih.

Tapi sebagian warga malah tak begitu gembira. Razak,
warga Rupat, mengatakan ide itu hanya janji kosong saja, sama seperti
janji pemerintah untuk membangun Rupat. "Mereka sering survei, namun eksyen (aksi) tak ada," kata Razak.

Di
Dumai, juga sama. Ruslan, warga Dumai, mengatakan kabar itu sudah
tersiar lama sejak 1997. Tapi begitulah. Antara rencana dan tindakan tak
seiring. "Kalau jalan, kami dukung saja," katanya kepada VIVAnews.com.

Kepala
Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Investasi Kota Dumai Djamalus,
tak mau berkomentar. Ia mengakui ekspor Dumai ke Johor akan meningkat
bila jembatan itu berdiri.  "Tapi kalau soal jembatan, saya tidak mau
mengomentari," kata Djamalus.

Begitu pula Kepala Badan Promosi
dan Investasi (BPI) Provinsi Riau, Faisal Qomar Karim. Dia mengatakan,
nilai investasi Indonesia, termasuk Riau akan bertambah dengan adanya
Jembatan Selat Malaka.  Dengan jembatan itu, investor Malaysia juga
mudah masuk ke Riau. Transaksi perdagangan juga semakin efisien. Biaya
transportasi jadi lebih murah. Barang tak lagi berpindah dari kapal ke
darat. "Khusus jarak pendek, seperti dari Riau ke Malaysia, biaya
tranportasi kapal-kapal besar lebih mahal ketimbang jalur darat," ujar
Faisal.

Proyek mahal

Tentu saja, jembatan
itu akan menjadi proyek ambisius bagi Malaysia, dan juga Pemerintah
Provinsi Riau. Calon investor yang punya hajatan ini, adalah Strait of
Malacca Partners Sdn Bhd.  Mereka yakin, proyek ini penting bagi
Malaysia, yang akan menjadi negara maju pada 2020. Semnetara, Indonesia
pada 2025. "Jembatan ini akan menjadi landasan negara Asia Tenggara yang
beragam dan secara cepat menjadi pusat kekuatan regional," begitu bunyi
proposal Strait of Malacca Partners Sdn. Bhd.

Jembatan itu akan
menyeberangi laut selebar 48 km, dari Teluk Gong ke Rupat. Dia tak
sekedar jembatan biasa, tapi sekaligus juga tempat wisata.  Desainnya
dibuat agar orang dapat menikmati dua sudut pandang berbeda. Bisa
melihat laut, pulau, dan garis pantai yang indah. Itu sebabnya,
dibutuhkan infrastruktur memadai, termasuk di Pulau Rupat.

Ini
jelas bukan proyek ecek-ecek. Jembatan sepanjang 127,93 kilometer itu
bakal menelan US$12,75 miliar, atau sekitar Rp114 triliun dengan kurs
Rp8.930 per dolar AS.  Dana ini menjadi besar, karena tak hanya
membangun jembatan yang menghubungkan Malaka dengan Pulau Rupat, tapi
juga jalan di sepanjang Rupat Utara ke Rupat Selatan, dan lalu menembus
Dumai, di Pulau Sumatera.

Jembatan utama panjangnya 48 km,
biayanya sekitar US$11 miliar (Rp98 triliun). Sedangkan sisanya US$1,75
miliar (Rp15,6 triliun) untuk infrastruktur di Pulau Rupat sepanjang
71,2 km, dan jembatan sekunder sepanjang 8 km.

Proyek ini juga
panjang, makan waktu 10 tahun. Studi kelayakan, dan pembuatan desain
saja butuh empat tahun, sedangkan masa konstruksinya enam tahun. Kalau
dimulai tahun ini, jembatan itu baru kelar pada 2021. Ditambah
pengerjaan akhir dan lain-lain, operasi jembatan ini sudah bisa
dilaksanakan pada 2023 atau 2025. Bila ditunda, nilai proyeknya lebih
bengkak lagi karena inflasi.

Setelah kelar, proyek ini nantinya
akan dioperasikan sebagai jalan berbayar alias jalan tol. Perusahaan
memperkirakan, pendapatan tol mencapai US$182 juta (Rp1,6 triliun) pada
2025, dan US$776 juta (Rp6,9 triliun) pada 2075. Jembatan ini akan terus
beroperasi hingga umur 120 tahun.

Wakil Duta Besar Malaysia
untuk Indonesia Syed Mohd. Hasrin Teungku Hussin mengatakan, proyek ini
sudah matang dikaji. Tinggal menunggu persetujuan Indonesia. "Betul kami
mengusulkan," kata dia kepada VIVAnews.com

Siapa untung?

Pengamat
ekonomi dari Universitas Riau, Edyanus Herman Halim meminta pemerintah
mengkaji lebih dalam pembangunan jembatan ini. Jangan sampai jembatan
ratusan triliun rupaih itu lebih besar dampak negatif, daripada
manfaatnya. Dia mengingatkan jembatan hanya menguntungkan  Malaysia.
"Indonesia, khususnya Riau, tidak terlalu diuntungkan," katanya, kepada VIVAnews.com.

Kenapa
demikian? Edyanus menjelaskan, saat ini data menunjukkan lebih banyak
warga Indonesia, khususnya Riau, yang pergi ke Malaysia,  ketimbang
sebaliknya. Jadi, kalau jembatan ini dibangun, tentu warga Indonesia
bertandang ke negeri jiran jauh lebih deras lagi. "Warga Malaysia nggak
akan ke Riau untuk berwisata. Keuntungan ekonomis meningkatkan
kesejahteraan warga setempat juga tidak akan signifikan. Yang
diuntungkan hanya Malaysia," katanya.

Akan lebih baik, lanjutnya,
bila pembangunan infrastruktur itu digencarkan di lokal Indonesia dulu.
"Coba bangun tol Pekanbaru-Dumai, itu akan lebih bagus. Atau tol trans
Sumatera. Ini bisa menggerakkan perekonomian dalam bangsa kita," ujar
Edyanus.

Pemerintah Indonesia sendiri pun tampak tak begitu
bersemangat. Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan,
pemerintah tetap akan mementingkan pembangunan Jembatan Selat Sunda
terlebih dulu. "Sepertinya [pembangunan Jembatan Selat Malaka] belum,"
katanya, menjawab pertanyaan VIVAnews.com beberapa waktu lalu. "Jembatan Selat Sunda dulu."

Suara
serupa dari Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Pemerintah
tak akan berkomitmen terlalu cepat dalam soal Jembatan Selat Malaka.
Jakarta akan memfokuskan membangun Jembatan Selat Sunda terlebih dulu.
"Kami tak akan membangun Jembatan Selat Malaka sebelum Jembatan Selat
Sunda jadi," kata Hatta.


Jembatan spektakuler di Selat Malaka itu sepertinya masih akan
panjang singgah di mimpi banyak orang. (Laporan: Ali Azumar | Riau, np)

• VIVAnews
Category: Informasi Umum | Added by: budi (21.10.2011)
Views: 705 | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024