Main
 
BUDI SANTOSOFriday, 19.04.2024, 5:21:04 AM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » 2011 » September » 30 » Mohammad Takdir Ilahi Terorisme dan Runtuhnya Harga Diri Bangsa
11:55:06 AM
Mohammad Takdir Ilahi Terorisme dan Runtuhnya Harga Diri Bangsa
Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)
Kepunton, Solo, membuktikan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia masih
terus berlangsung. Jaringan terorisme yang sempat dilumpuhkan oleh
aparat kepolisian, ternyata tetap berkeliaran membangun komunitas dan
sasaran baru yang lebih strategis dan menjanjikan.

Ledakan bom
yang terjadi di Solo pastilah merupakan bagian dari jaringan yang sangat
rapi dan terorganisasi secara sistematis. Peristiwa itu menjadi bukti
bahwa bahaya terorisme masih merupakan sesuatu yang nyata di negeri ini,
baik secara laten maupun manifestasi. Tak ubahnya seperti gempa bumi,
di negeri ini potensi gerakan terorisme ada dan nyata. Untuk itu,
jaringan radikalisme yang bersifat violence harus ditemukan dan
dibongkar secara tuntas dengan segera.
Hal ini mencerminkan bahwa
terorisme sebagai gerakan radikal memiliki jaringan kuat karena mampu
mengecoh kewaspadaan aparat kepolisian dalam mengantisipasi indikasi
terjadinya aksi teror bom di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan,
aparat kepolisian seolah tak berdaya dan mati suri dalam mencegah
tindakan kekerasan dengan menggunakan rakitan bom yang diledakkan di
tempat-tempat ibadah.

Oleh sebab itu, aparat kepolisian harus
mengungkap tuntas siapa jati diri pelakunya dan jaringan gerakan,
sekaligus antek-antek intelektual di balik aksi terorisme itu. Pasalnya,
mustahil peledakan bom itu dilakukan seorang diri. Mereka harus
ditindak tegas untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
 
Semakin
mencuatnya aksi teror yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia,
mengindikasikan bahwa kaderisasi gerakan radikal terus berlangsung
pasca-tewasnya tokoh-tokoh penting dalam jaringan terorisme. Dengan kata
lain, kaderisasi gerakan radikal ini memang masih terus berlangsung
sedemikian cepat, karena ruang gerak di masyarakat untuk menyebarluaskan
ajaran radikal cukup terbuka lebar.

Republik Teroris

Pertanyaannya
adalah, apa dosa negeri ini, ketika persoalan terorisme yang melanda
kita tidak bisa diatasi. Mungkinkah negeri ini sudah dikutuk menjadi
"republik teroris”, karena terus ditimpa dinamika persoalan yang terus
mengalir? Adakah harapan dan optimisme yang tetap kita junjung tinggi
untuk menyelami dan menghayati hikmah dibalik tindakan kekerasan aksi
teror bom yang terjadi di bumi pertiwi tercinta?

Di tengah bangsa
lain sudah berbenah dan memperbaiki kondisi stabilitas negerinya,
negeri ini masih tertatih-tatih untuk sekadar keluar dari amukan teror.
Di manakah letak kesalahan negeri ini, sehingga persoalan terorisme
terus-menerus berkembang pesat?

Kalau kita mengacu pada teori
antropologi, bangsa ini tergolong sebagai the defeated culture. Sebuah
bangsa yang ditakdirkan Tuhan untuk selalu kalah. Akan tetapi, teori ini
kemudian dibantah, karena Tuhan tidak mungkin mengubah nasib satu kaum,
bila mereka tidak mengubah nasibnya sendiri.

Teori ini sejalan
dengan apa yang dinyatakan Komaruddin Hidayat (2006), bahwa bangsa ini
telah terjerat kubangan "self-destroying nation” ( bangsa yang
menghancurkan dirinya sendiri). Kendati kita tidak menghendaki bangsa
ini menghancurkan dirinya sendiri, namun sebutan sebagai republik
teroris patut direnungkan kita bersama. Pasalnya, republik ini memang
akrab dengan terjadinya teror bom dan selalu menjadi persoalan utama
bagi keamanan bangsa untuk terlepas dari tindakan terorisme yang terus
berlanjut.

Runtuhnya Harga Diri Bangsa

Dalam
konteks ini, saya akan menyoroti dan menimbang harga diri bangsa yang
cukup memilukan sehingga kita tidak terserabut oleh politisasi dan
hegemonisasi pembangunan ala Barat yang lebih bernuansa hedonistik dan
konsumeristik. Ketika harga diri bangsa tercabik-cabik oleh negeri
asing, langkah apa yang harus kita lakukan untuk mematahkan dan
membendung anggapan negatif tersebut? Bagaimana strategi alternatif
untuk membendung tindakan kekerasan yang menimpa bangsa?
Pada titik
ini, kemerdekaan dan kemandirian menjadi jamian ideal untuk terlepas
dari kubangan ketergantungan dan aroma ketidakpuasan maupun opsi untuk
melakukan tindakan teror, sehingga tidak jarang kita mengorbankan harga
diri bangsa kita. Dengan dalih untuk mempertahankan harga diri, tidak
jarang seseorang atau sebuah bangsa mengorbangkan harta asal harga
dirinya dapat terpelihara.

Saat ini pun dalih seperti itu
semakin bermunculan di tengah tantangan dan ancaman terorisme merebak
dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, para elite politik kita kerapkali
mengorbankan harga diri bangsa dengan landasan ego dan arogansi yang
berlebihan demi kemulusan memperoleh jabatan, kekuasaan, kekayaan,
maupun popularitas.

Salah satu faktor kegagalan bangsa ini
terlepas dari kubangan persoalan, terutama semakin derasnya aksi teror
adalah karena kita tidak memiliki mental sebagai bangsa yang teguh dan
tegar. Kekuatan mental bangsa kita harus terus dipupuk dan dibina secara
berkelanjutan agar bisa menghadapi segala tantangan dan ancaman di masa
depan.

Membangun Kebersamaan

Oleh karena itu, kita harus
bulatkan tekat dan jernihkan hati serta pikiran untuk merancang
bangunan keindonesiaan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita.
Yakinlah bahwa kita masih punya harapan dan idealisme untuk membendung
benturan peradaban, agama, politik, maupun etnis di antara kita.
Selanjutnya, kita harus percaya, bahwa bangsa ini memiliki keunggulan,
karena diberi anugrah dan karunia yang luar biasa oleh Tuhan.

Bangsa
kita memang tengah menghadapi problem akut nan krusial. Terlebih lagi
bila dihadapkan pada persoalan aksi terorisme dan arogansi sukuisme yang
sering terjadi di negeri kita tercinta. Kita dituntut untuk
menghilangkan kesenangan dan kenikmatan sesaat, apalagi sampai
mengorbankan harga diri dan memutus ikatan emosional kita sebagai satu
kesatuan yang utuh.

Dengan demikian, kita harus yakin bahwa
bangsa kita pasti terlepas dari jeratan persoalan yang menghantam
identitas dan harga diri bangsa. Pluralitas bangsa patut dijadikan
lompatan luar biasa untuk menyatukan persepsi dan rasa solidaritas antar
sesama, sehingga nilai-nilai kebangsaan akan tetap tertanam dengan
baik.

Itulah mengapa, persatuan dan kesatuan nasional baik yang
bernuansa struktural maupun kultural (solidaritas sosial) yakin bisa
dipertahankan di negeri ini, sebab bangsa ini memang didirikan atas
dasar falsafah non-primordialisme, melainkan atas dasar rasa penderitaan
yang sama (sense of common suffering).

Jangan pernah kita
biarkan negeri ini terpecah berkeping-keping, hanya karena menonjolnya
kepentingan sektoral, kedaerahan, dan juga kepentingan kelompok. Dalam
hal ini yang kita kembangkan adalah constructive pluralism, bukan
menerapkan minority by force atau minority by will.

Mohammad Takdir Ilahi, Alumnus UIN Sunan Kalijaga dan Staf Riset The Mukti Ali Institute Yogyakarta.
Category: BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL | Views: 1094 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024