Main
 
BUDI SANTOSOThursday, 18.04.2024, 9:05:02 AM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » 2012 » June » 8 » Lagi-lagi Pegawai Pajak ditangkap KPK
10:23:29 AM
Lagi-lagi Pegawai Pajak ditangkap KPK


Gedung Ditjen Pajak (panoramio)

VIVAnews - Satulagi pegawai pajak harus berurusan dengan hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi telah resmi menetapkan Tomy Hendratno, Kepala Seksi di Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo, sebagai tersangka.

"Mereka telah menjadi tersangka, Penyidik telah memutuskan menindaklanjuti kasus ini menjadi penyidikan," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 7 Juni 2012. Bersama dengan Tomy, KPK juga menetapkan pengusaha James Gunarjo sebagai tersangka.

Tomy menjadi tersangka karena diduga menerima suap dari James Gunarjo sebesar Rp285 juta. KPK menduga suap itu terkait pengurusan pajak di PT Bhakti Investama Tbk. "Ini masih kita dalami. Tapi memang ada kaitan dengan perusahaan itu (Bhakti Investama Tbk)," kata Wakil Ketua KPK, Zulkarnaen.

Namun, Zulkarnaen belum mau menjelaskan detil motif kasus itu. KPK mengaku masih mendalami kasusnya. "Saya nggak mengatakan dengan itu. Nanti akan kami dalami lebih dalam. Berikan waktulah kepada penyidik," kata dia.

Namun, Corporate Secretary Media Nusantara Citra (MNC) Arya Sinulingga membantah JG adalah karyawan Bhakti Investama, holding MNC. "Tidak ada karyawan yang namanya James Gunardjo itu. Kami sesalkan pemberitaan yang menyebutkan nama tersebut karyawan Bhakti Investama tanpa klarifikasi," kata Arya dihubungi VIVAnews, Kamis 7 Juni 2012.

Arya mengaku mengetahui nama tersebut dikaitkan dengan Bhakti Investama dari pemberitaan sejumlah media massa. "Saya jadi curiga mengapa ada tiba-tiba pemberitaan semacam ini," kata dia. "Tidak benar dia karyawan kami."

Dalam struktur perusahaan seperti dikutip dari situs Bhakti Investama, perseroan membawahi empat divisi yakni media, financial services, energy dan natural resources, serta portfolio investment. Pada divisi media, Bhakti Investama memiliki saham tidak langsung di MNC melalui PT Global Mediacom Tbk.

Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany, menjelaskan, anak buahnya itu pernah lama bertugas di Jakarta. Pengalamannya yang pernah menjadi pegawai di Jakarta itu membuat dirinya bisa berhubungan dengan sejumlah perusahaan di ibukota. "Jadi tentunya dia mempunyai keterkaitan dari perusahaan yang dulu," kata Fuad Rahmany di Gedung KPK. 

Sayangnya Fuad belum mau mengungkapkan nama perusahaan tempat JK bekerja. Saat disinggung munculnya nama Bhakti Investama dan kemungkinan penghentian perdagangan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Fuad tak membantah maupun membenarkan informasi itu. "Lihat saja nanti, kamu lebih tahu dari saya," kata Fuad. "Belum saatnya menyampaikan."

Tanpa surat tugas
Sementara itu, Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim 2, di Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur Erwin Silitonga tak bisa mengelak berbagai kejanggalan terkait kepergian anak buahnya Tomy Hendratno hingga berujung penangkapan oleh KPK di Jakarta.

Pertama, pihaknya mengaku tidak mengetahui kalau Tommy meninggalkan tugas dan pergi ke Jakarta. "Saya baru tahu, kalau ada SMS yang ditujukan ke Kepala Pelayanan Pajak (KPP) Sidoarjo Selatan, yang bersangkutan minta izin pergi ke Jakarta," kata Erwin di Sidoarjo, Kamis 7 Juni 2012.

Edwin menyebut, SMS Tomy kepada atasannya berbunyi "Pak, saya izin pergi ke Jakarta, karena mertua sakit". "Itu, katanya, dikirim sekitar pukul 14.38 WIB hari Rabu kemarin, karena memang saya tidak tahu persis," lanjutnya.

Padahal, saat yang sama Tomy tengah bertemu seseorang di sebuah rumah makan di bilangan Tebet, Jakarta Selatan dan tertangkap tangan oleh KPK karena menerima suap Rp285 juta.

Soal itu Edwin mengaku tidak mengetahui, termasuk sistem pengawasan yang dijalankan. "Itu memang melanggar. Seharusnya, pegawai yang meninggalkan tugas harus ada izin. Atau kalau jika bertugas ada surat tugas," ujarnya.

Kejanggalan kedua, juga tidak dibenarkan petugas pajak melakukan tugasnya atau melakukan pertemuan dengan wajib pajak di luar kantor. "Karena berdasar ketentuan, wajib pajak bisa datang sendiri ke kantor pajak atau restitusi," jelasnya.

Disebutkan, Tomy pindah tugas dari Jakarta ke KPP Pratama Sidoarjo Selatan pada tahun 2010. Namun, pihaknya juga mengaku tidak mengetahui tempat tinggal Tomy di Sidoarjo.

Atas tindakannya itu, Erwin menegaskan, Tomy melanggar dua kode etik. "Dalam kode etik, tidak dibenarkan pegawai kantor pajak merangkap sebagai konsultan pajak. Kalau itu dilakukan, dia itu konsultan liar," kata Erwin.

Selain penyelewengan jabatannya dengan menjadi konsultan, Erwin menilai bahwa Tommy juga telah melalaikan tugasnya dengan pergi ke Jakarta. "Jika terbukti, yang bersangkutan melanggar kode etik dan jabatannya," katanya.

Erwin menjelaskan, Tommy berangkat ke Jakarta tanpa izin. Kemudian pada Rabu mengirim SMS memberitahukan dirinya berada di Jakarta menjenguk mertua sakit. Itu, merupakan pelanggaran kedua yang dia lakukan Tommy. "Harusnya ada izin tertulis bukan SMS, seperti yang dilakukan," ujarnya.

Meski demikian, Dirjen Pajak Fuad Rahmany langsung mencopot Tomy dari jabatannya sebagai Kepala Seksi Pelayanan dan Konsultasi, Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Selatan. "Dia pejabat eselon IV dasar hukumnya SK Dirjen Pajak. Sekarang atas keputusan SK Dirjen Pajak dia dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Seksi," kata Fuad.

Kendati begitu, Fuad belum dapat memutuskan apakah yang bersangkutan juga dipecat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurutnya hal tersebut bukan kewenangan Ditjen Pajak. "Kalau PNS-nya itu ada proses dan prosedurnya," ujar Fuad yang mengaku akan mengusulkan yang bersangkutan untuk dipecat sebagai PNS.

Tertangkap tangan
Tomy dan James tertangkap tangan oleh penyidik KPK pada Rabu 6 Juni. KPK mengendus Tomy yang berangkat dari Surabaya pada Rabu pagi.

Sekitar pukul 14.00, Tomy bersama seorang rekannya diketahui berada di sebuah rumah makan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. "Penangkapan dilakukan karena kami menduga ada penerimaan uang yang dilakukan TH dari JG yang diduga berkaitan dengan kepengurusan pajak," jelas Juru Bicara KPK, Johan Budi SP.

Dalam penangkapan itu, KPK menyita sejumlah uang senilai Rp285 juta yang dimasukkan dalam amplop cokelat. Usai penangkapan, tiga orang tersebut dibawa ke KPK. Seorang rekan Tomy, akhirnya dilepaskan karena dinyatakan tidak terlibat.

Meski demikian, KPK berjanji, kasus ini tidak akan berhenti pada dua tersangka itu saja. KPK mengendus ada dugaan keterlibatan pihak lain. "Mengenai adanya pihak lain saya usulkan jangan disebutkan dulu. Karena ini untuk pengembangan bisa mendelegitimasi kasus," kata Bambang.

Kerjasama Ditjen Pajak-KPK
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengklaim penangkapan ini merupakan hasil koordinasi KPK dan Ditjen Pajak. "Langkah-langkah itu terkoordinir antar Ditjen Pajak dan KPK," ujar Mahendra di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis 7 Juni 2012.

Mahendra menjelaskan penertiban itu harus dilakukan, khususnya untuk membersihkan institusi penerimaan negara itu. Kementerian Keuangan memahami Ditjen Pajak tengah menjadi sorotan terutama mengenai integritas. "Namun di sisi lain tanpa integrasi yang baik itu sulit bagi kita menjalankan tugas," ujarnya.

Menurut dia, dengan terungkapnya ini bukan berarti Kementerian Keuangan kecolongan kembali. Namun, hal ini memang dilakukan guna menimbulkan efek jera bagi oknum yang menyeleweng. "Kemenkeu memang berkeinginan menjaga aspek governance dari seluruh unit yang ada, seperti Pajak," ujarnya.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany, menambahkan penangkapan oknum pegawai pajak oleh KPK bukanlah yang pertama. "Yang lalu juga sudah pernah," katanya.

Menurut Fuad, Ditjen Pajak telah menjalin kerja sama dengan KPK beberapa waktu lalu, sehingga setiap perkembangan mengenai penyelewengan wajib pajak maupun pegawai pajak saling memberikan informasi. "Bisa dari kami maupun KPK. Kalau ada kami olah, karena data WP (Wajib Pajak) ada di kami. Kami berikan semua kepada KPK informasi itu," ujarnya.

Meski demikian, Fuad mengakui dari sekitar 32 ribu pegawainya di seluruh Indonesia, pasti masih ada oknum yang melakukan tindakan penyimpangan. Namun, lembaganya berjanji tidak akan berhenti melakukan penertiban, khususnya di tingkat internal. "Jangan semuanya dianggap malaikat," ujar Fuad.

Fuad mengungkapkan, saat ini, Ditjen Pajak tengah melakukan program reformasi birokrasi di sekitar 500 kantor perwakilan pajak yang tersebar di seluruh Indonesia. Langkah itu diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya penyelewengan di daerah.

Selain itu, tim investigasi internal Ditjen Pajak terus dikembangkan setiap tahunnya. Untuk itu, nantinya diharapkan dapat mengungkap kasus-kasus penyelewengan yang terjadi di tingkat internal.

"Salah satunya kami membuat suatu pelatihan, di mana sumber daya manusianya dilatih investigasi. Ini sudah berjalan selama empat tahun, kerja sama dengan KPK," kata dia.

Tidak hanya itu, Fuad mengimbau masyarakat umum juga ikut berperan aktif dalam melaporkan adanya tindak penyelewengan pajak yang dilakukan pegawainya.

"Sekarang ini tertangkap di tempat, ini sangat baik. Karena ini memberikan efek jera yang baik, karena dua-duanya kena. Ini adalah hasil konkret yang dilakukan," ujar Fuad.

Dia mengakui, terungkapnya kasus penangkapan TH merupakan peringatan dini bagi jajarannya untuk bertindak profesional dalam menjalankan tugas. "Ini juga sesuatu peringatan untuk wajib pajak agar menghentikan tindakan-tindakan penyelewengan," katanya.

Gayus, Dhana, dan modus serupa
Tertangkapnya pegawai pajak dalam kasus seperti ini terjadi berulangkali. Dua kasus besar pegawai pajak, Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika, rupanya belum membuat efek jera kepada para pegawai pajak lainnya.

"Mereka sepertinya belum berbenah. Kasus Gayus maupun Dhana sepertinya belum menjadi pelajaran untuk para pegawai pajak yang lain," kata Anggota Komisi III bidang Hukum dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Aboebakar Al-Habsyi, di gedung DPR, Jakarta, Kamis 7 Juni 2012.

Menurut Aboebakar, terulang kembalinya pegawai pajak yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan reformasi di Direktorat Jenderal Pajak belum berjalan. Dia menduga ada beberapa faktor yang memengaruhi persoalan ini.

Pertama, sistem pemidanaan di Indonesia untuk para koruptor masih belum menimbulkan efek jera. Kedua, banyaknya kasus suap menunjukkan lemahnya pengawasan internal, atau bahkan mungkin cenderung ada pembiaran.

Ketiga, bisa jadi suap-menyuap sudah menjadi gaya hidup yang permisif. Masyarakat jamak sangat memahami bila pegawai pajak pastilah "tajir". "Memang hal ini tak bisa dipukul rata, namun seharusnya Direktorat Jenderal Pajak sudah bisa mawas diri ketika PPATK menyebut masih ada ratusan Gayus lainnya," tuturnya.

Sementara, Anggota Komisi III lainnya, Eva Kusuma Sundari, mengatakan sepanjang sistem pajak yang dipakai di Indonesia masih menggunakan mekanisme self assessment, maka masih terbuka ruang gelap negosiasi untuk suap menyuap.

"Kami belum bisa percaya reformasi birokrasi sudah menyentuh aspek kultur atau mentalitas. Ketika kultur korup belum tergusur, remunerasi berakibat menaikkan nominal suapan," kata Eva.

Departemen Keuangan, kata dia, harus instropeksi bahwa gaji yang paling tinggi di jajaran PNS hanya pemborosan jika sumber masalah utama yakni sistem pajak tidak dirombak secara radikal, terutama untuk mengakomodasi transparansi dan akuntabilitas. 

Kasus pajak paling fenomenal adalah Gayus Halomoan Tambunan. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan IIIA ini dijerat sejumlah kasus. Dari kasus suap, gratifikasi, pajak, hingga pemalsuan dokumen. Bahkan Gayus dianggap sebagai ikon pajak.

Untuk kasus suap, Gayus dinyatakan bersalah menerima suap senilai Rp925 juta. Selain itu, Gayus juga terbukti bersalah memberikan suap kepada petugas Rutan Mako Brimob, termasuk Karutan Kompol Iwan Siswanto.

Gayus juga dinyatakan terbukti menyuap Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Muhtadi Asnun sebesar US$30 ribu dan US$10 ribu kepada hakim anggota lainnya. Tak hanya itu, Gayus juga terbukti menyuap penyidik kepolisian.

Selain kasus suap, Gayus juga terbukti bersalah dalam penerimaan gratifikasi. Saat menjabat petugas penelaah keberatan pajak di Ditjen pajak, Gayus terbukti menerima gratifikasi sebesar US$659.800 dan Sin$9,6 juta. Gratifikasi itu tidak dilaporkan ke KPK namun disimpan di safe deposit box Kelapa Gading Bank Mandiri.

Selain itu, Gayus juga terbukti terlibat dalam kasus pencucian uang. Selama persidangan, Gayus gagal membuktikan kekayaannya berupa uang Rp925 juta, US$3,5 juta, US$659.800, Sin$9,6 juta dan 31 keping logam mulai masing-masing 100 gram bukan berasal dari hasil tindak pidana. Akibatnya seluruh harta Gayus ini pun disita oleh negara.

Gayus pun dijerat dengan kasus pajak. Karena dinilai lalai dalam menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT). Hakim menilai Gayus tidak teliti, cermat, sehingga Keberatan Pajak PT Surya Alam Tunggal dikabulkan dan berakibat pada kerugian negara sebesar Rp570 juta. Menurut hakim, terdakwa telah menyalahgunakan wewenang yang ada padanya sehingga merugikan keuangan negara.

Selain itu, Gayus juga terlibat dalam kasus penggelapan pajak PT Megah Citra Raya.

Kepolisian juga telah menjerat Gayus dalam kasus pemalsuan dokumen. Dia terbukti bersalah membuat paspor palsu untuk bepergian ke luar negeri. Paspor palsu itu digunakan Gayus saat ditahan di Rutan Mako Brimob.

Atas seluruh kasus itu, Gayus kini harus mendekam di penjara selama 28 tahun. Dan saat ini dia menginap di hotel prodeo Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Sebelum ditahan di LP Sukamiskin, Gayus ditempatkan di LP Cipinang, Jakarta.

Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak dan Bappenas, Bahasyim Assiffie, juga sempat masuk pemberitaan. Bahasyim ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang dan korupsi sejak 9 April 2010 lalu. 

Pada 31 Oktober 2011, Mahkamah Agung menyatakan Bahasyim bersalah atas kasus Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Korupsi. Bahasyim pun diganjar hukuman 12 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Tak hanya itu, MA juga memerintahkan agar aset-aset Bahasyim, termasuk uang senilai Rp64 miliar, dirampas oleh negara. Dan pada 1 Mei 2012, harta Bahasyim senilai Rp60,82 miliar dan US$681.147 itu disita untuk negara.

Kuasa hukum Bahasyim, John K Aziz, bersikukuh dana di rekening keluarga kliennya bukan merupakan hasil gratifikasi atau fee wajib pajak. Melainkan jerih payah bekerja di Ditjen Pajak dan berwirausaha.

Kasus pajak lainnya adalah yang diduga melibatkan Dhana Widiatmika. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan IIIC yang kini menjadi pegawai Dinas Pajak DKI itu, menjadi tersangka karena memiliki rekening mencurigakan. 

Seberapa mencurigakan rekening pegawai pajak ini? Informasi yang dikumpulkan VIVAnews, Dhana memiliki pundi-pundi miliaran rupiah. "Ada Rp8 miliar, lalu ada pula Rp20 miliar," kata sumber VIVAnews.com.

Uang itu belum termasuk pundi mata uang asing senilai US$270.000 atau setara sekitar Rp2,4 miliar lebih. Belum juga termasuk logam mulia emas seberat 1 kilogram.

Dhana diduga menempuh beragam modus untuk menjalankan aksinya. "Ini masih sangkaan. Semua ada, mengenai gratifikasi, ada kemungkinan suap menyuap, ada kemungkinan pemerasan, korupsi, dan penyalahgunawaan wewenang," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 27 Februari 2012.

Lantas, berapa kekayaan Dhana yang dilaporkan ke negara? Dhana melaporkan hartanya pada 24 Juni 2011. Saat itu, dia tercatat sebagai Account Representative Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara yang diterima Komisi Pemberantasan Korupsi, total kekayaan Dhana 'hanya' berjumlah Rp1.231.645.025.

Kasus Dhana ini masih berjalan di Kejaksaan Agung dan menunggu untuk disidangkan.

Yang menarik dari para tersangka itu adalah hubungan antara Tomy, Gayus, dan Dhana. Tomy dan Dhana adalah kakak kelas Gayus di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Tomy dan Dhana pun kebetulan satu angkatan.(np
)

Category: BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL | Views: 972 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar
«  June 2012  »
SuMoTuWeThFrSa
     12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024