Main
 
BUDI SANTOSOTuesday, 23.04.2024, 7:58:13 PM



Welcome Guest | RSS
Main
Site menu

Section categories
BERITA SERBA SERBI
BERITA UMUM
BERITA UNIK,LUCU DAN ANEH
BERITA YANG UNIK DAN YANG ANEH
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI DAN BISNIS
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
BERITA POLITIK, HUKUM DAN KRIMINAL
SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
BERITA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
MP3
Kumpulan MP3
SENI DAN BUDAYA
SENI DAN BUDAYA
GAME
KATA - KATA MUTIARA
FILM
PUISI DAN PANTUN

DETIK

Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

Main » 2012 » January » 5 » Ahmad Husni S.Sos Melirik Capres Berusia "In Between"
5:27:48 PM
Ahmad Husni S.Sos Melirik Capres Berusia "In Between"



Beberapa waktu lalu, mantan Ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), Amien Rais, mengusulkan agar tokoh-tokoh yang ingin
mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan presiden tahun 2014
hendaknya tidak terlalu berusia tua dan tidak juga terlampau muda. Tokoh
dengan usia di atas 60 tahun dipandang sudah tidak layak maju kembali
karena sudah terlampau tua untuk tampil sebagai calon presiden (capres).

Sementara itu, capres di bawah usia 45 tahun masih terlampau muda dan minim pengalaman di pemerintahan.

Karena
itu, lokomotif gerakan reformasi ini memandang tokoh dengan rentang
usia 45-55 tahun (in between) lebih pantas untuk terjun dalam kontestasi
pemilihan presiden tahun 2014. Nama-nama seperti Hatta Rajasa, Prabowo
Subianto, Sri Mulyani, dan Pramono Anung merupakan representasi dari
tokoh-tokoh berusia in between tersebut.

Segera setelah itu,
pernyataan Amien Rais ini ramai didiskusikan di ruang publik. Maklum, ia
bukan tokoh sembarangan. Bobot politik pernyataan Amien Rais tersebut
tidak dapat dipandang remeh. Bahkan, dapat dikatakan memiliki efek
politik besar.
 
Bahkan, sejumlah pihak menuding pernyataan Amien
Rais itu sebagai bentuk endorsement terselubung terhadap Ketua Umum
PAN, Hatta Rajasa, yang masuk kategori capres "in between.” Terlepas
dari hal itu, sebagai sebuah wacana usul Amien Rais mengenai usia capres
kiranya layak untuk dikaji lebih jauh, terutama jika dikaitkan dengan
diskursus kepemimpinan kaum muda.

Secara substantif, istilah kaum
muda hendaknya merefleksikan sebuah sikap kejiwaan, tidak hanya sekadar
kriteria usia. Sikap kejiwaan itu berupa kebaruan cara pandang guna
memutus hubungan dengan masa lalu disertai keberanian memperjuangkan
visi perubahan. Rasa keberanian dan kemampuan dalam mengemban visi
perubahan itu lebih mungkin tumbuh dalam diri mereka yang tidak memiliki
beban masa lalu.

Kaum muda juga diyakini lebih mampu bergerak
cepat dan cekatan dalam mengambil inisiatif serta merumuskan
kebijakan-kebijakan strategis. Dengan demikian laju pemulihan kehidupan
berbangsa dan berbangsa akan lebih terjaga. Karena itu, tidak
mengherankan bila kaum muda selalu ada di balik setiap episode penting
perjalanan bangsa. Sejarah mencatat dengan tinta emas peran para siswa
School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) dalam memelopori
pendirian Budi Utomo. Para pemuda dan pelajar bersatu dalam jalinan
semangat Sumpah Pemuda.
 
Hal itu mengindikasikan bahwa
sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki landasan historis kepemimpinan
kaum muda yang sangat kuat. Meski pada masa itu bangsa Indonesia berada
di bawah kungkungan hegemoni kolonialisme, tetapi masih terdapat ruang
bagi tumbuhnya benih-benih ekspresi kemajuan di kalangan kaum muda
terdidik.
 
Namun, pascakemerdekaan keadaan itu justru berbalik,
terutama pada era Orde Baru. Tokoh-tokoh muda bersuara vokal dikucilkan
dari lingkaran kekuasaan. Di bawah rezim represif Orde Baru, Soeharto
menjadikan mesin-mesin politik dan pemerintahan bersikap sangat permisif
terhadap tenaga-tenaga tua yang dinilai cenderung jauh lebih mudah
diajak kompromi. Kehidupan politik bangsa Indonesia berjalan tanpa
partisipasi luas kaum muda. Proses regenerasi dihambat secara sistematis
dan struktural. Boleh jadi karena hal itu pula hingga kini masih saja
muncul para politisi dengan kualitas dan watak masa lalu di dalam
langgam politik nasional era reformasi.

Sangat kuat kiranya
alasan bagi bangsa Indonesia untuk mempromosikan (kembali) kaum muda di
level kepemimpinan nasional. Untuk merealisasikan agenda strategis
tersebut, mutlak diperlukan political will kaum tua dan juga strong will
kaum muda guna memberikan pembuktian diri.

Para elite partai
politik harus menyadari betul urgensi keterlibatan kaum muda. Jika
partai politik ingin tetap eksis, maka tuntutan untuk senantiasa
melahirkan generasi politik baru sulit dielakkan. Ketergantungan
sejumlah partai politik pada figur-figur tertentu sering kali menjadi
tembok besar penghalang mobilitas vertikal para politisi muda. Selama
ini perhelatan suksesi kepemimpinan di sejumlah partai politik
menunjukkan bahwa kehadiran kaum muda sebagai pelaku politik belum
teradopsi dengan baik.

Karena itu, dominasi kaum tua dalam
struktur politik dan pemerintahan saat ini tentu sangat kontraproduktif
dengan agenda strategis untuk mempromosikan (kembali) kaum muda di level
kepemimpinan nasional.
 
Penulis adalah Wakil Ketua DPD KNPI Jakarta Selatan Priode 2010-sekarang
Category: SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN | Views: 997 | Added by: budi | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Login form

KOMENTAR

OLAHRAGA

PENGUNJUNG

Calendar
«  January 2012  »
SuMoTuWeThFrSa
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031

Entries archive

BERITA TERKINI


Copyright MyCorp © 2024